tag:blogger.com,1999:blog-62329540829461703502024-03-14T17:14:51.354+07:00PRINGSEWU KONSELINGBlog ini dipersembahkan khusus untuk mahasiswa BK STKIP Muhammadiyah Pringsewu LampungUnknownnoreply@blogger.comBlogger11125tag:blogger.com,1999:blog-6232954082946170350.post-87917891693818052172011-01-20T11:19:00.000+07:002011-01-20T11:20:26.378+07:00Studi Kasus Kesulitan Belajar SD Muh WaringinsariBAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />A. Latar Belakang<br />Sebagai seorang guru yang sehari-hari mengajar di sekolah, tentunya tidak jarang harus menangani anak-anak yang mengalami kesulitan dalam belajar. Anak-anak yang sepertinya sulit sekali menerima materi pelajaran, baik pelajaran membaca, menulis, serta berhitung yang merupakan kebutuhan dasar yang akan dipelajari pada saat sekolah dasar. Hal ini terkadang membuat guru menjadi frustasi memikirkan bagaimana menghadapi anak-anak seperti ini. Demikian juga para orang tua yang memiliki anak-anak yang memiliki kesulitan dalam belajar. Harapan agar anak mereka menjadi anak yang pandai, mendapatkan nilai yang baik di sekolah menambah kesedihan mereka ketika melihat kenyataan bahwa anak-anak mereka kesulitan dalam belajar.<br /><br />Akan tetapi yang lebih menyedihkan adalah perlakuan yang diterima anak yang mengalami kesulitan belajar dari orang tua dan guru yang tidak mengetahui masalah yang sebenarnya, sehingga mereka memberikan cap kepada anak mereka sebagai anak yang bodoh, tolol, ataupun gagal tanpa memahami dan menelusuri latar belakang, sebab akibat kenapa anka tersebut mengalami kegagalan dalam belajar.<br />Fenomena ini kemudian menjadi perhatian para ilmuan yang tertarik dengan masalah kesulitan belajar. Begitu juga para mahasiswa yang pada saat melakukan penelitian di sekolah dasar melihat bahwa kebanyakan guru belum maksimal dalam upaya pemberian bantuan terhadap kesulitan belajar ank di sekolah. Untuk itu penulis terpanggil untuk memberikan beberapa masukan dan saran kepada pihak sekolah yang diteliti.<br /><br />Adalah Sekolah Dasar Muhammadiyah Waringinsari Kecamatan Sukoharjo. Kalau dilihat dari profilnya, sekolah ini termasuk sekolah unggulan di Kecamatan Sukoharjo. Hal ini dibuktikan dengan pemantauan peneliti sendiri setelah melihat beberapa piagam dan piala baik itu di bidang akademiik, olahraga, maupun seni budaya. Dan ketika peneliti sendiri mewawancarai Kepala Sekolah, Bapak Sudarto, S. Ag., membenarkan akan hal itu. Keunggulan sekolah ini juga ditandai dengan hasil dari Badan akreditasi Sekolah Kabupaten Tanggamus Tahun 2008 dengan predikat nilai B (plus).<br /><br />Walaupun demikian, tentunya walaupun sekolah ini merupakan termasuk sekolah unggulan, peneliti mengamati tentang pelayanan bantuan bimbingan belajar terhadap siswa masih belum berjalan dengan baik. Untuk itu dalam makalah ini penulis akan mencoba melakukan penelitian terhadap 2 murid kelas 5 (lima).<br /><br />B. Profil Sekolah<br />Profil SD Muhammadiyah Waringinsari ini merupakan salah satu sekolah unggulan di Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu. Adapun profil sekolah ini sebagaimana terlampir.<br /><br />C. Identifikasi Siswa<br />1. Identifikasi Siswa A dan Orang Tua A<br />a. Siswa<br />Nama : Bagas Zakariya<br />Tempat Tanggal Lahir : Waringinsari, 26 April 1997<br />Nis : 9977236224<br />Kelas : V (lima)<br />Jenis Kelamin : Laki-laki<br />Agama : Islam<br />Pendidikan sebelumnya :<br />Alamat Siswa : Waringinsari Kecamatan Sukoharjo<br /><br />b. Orang Tua <br />Ayah : Budi Suyoto <br />Pekerjaan : Petani<br />Ibu : Sunarti<br />Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga<br />2. Identifikasi Siswa B dan orang tua B<br />a. Siswa<br />Nama : Anwar Sayuti<br />Tempat Tanggal Lahir : Waringinsari, 12 Mei 1998<br />Nis : 9987099945<br />Kelas : V (lima)<br />Jenis Kelamin : Laki-laki<br />Agama : Islam<br />Pendidikan sebelumnya : -<br />Alamat Siswa : Waringinsari Kecamatan Sukoharjo<br /><br />2. Orang Tua <br />Ayah : Maslah <br />Pekerjaan : Petani/ Ustadz<br />Ibu : Sarwiyah<br />Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB II<br />PEMBAHASAN<br /><br />A. Identifikasi Kesulitan Belajar<br />1. Defenisi Kesulitan Belajar<br />Aktifitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat, terkadang semangatnya tinggi, tetapi juga sulit untuk mengadakan konsentrasi. Demikian kenyataan yang sering kita jumpai pada setiap anak didik dalam kehidupan sehari-hari dalam kaitannya dengan aktifitas belajar. Setiap individu memang tidak ada yang sama. perbedaan individu ini pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku dikalangan anak didik. “dalam keadaan di mana anak didik / siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan kesulitan belajar. Kesulitan belajar merupakan kekurangan yang tidak nampak secara lahiriah. Ketidak mampuan dalam belajar tidak dapat dikenali dalam wujud fisik yang berbeda dengan orang yang tidak mengalami masalah kesulitan belajar. Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena factor intelligensi yang rendah (kelaianan mental), akan tetapi dapat juga disebabkan karena faktor lain di luar intelligensi. Dengan demikian, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses belajar yang ditandai hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar.<br /><br />Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya.<br /><br />Kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang luas, diantaranya : (a) learning disorder; (b) learning disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning diasbilities. Di bawah ini akan diuraikan dari masing-masing pengertian tersebut.<br />a. Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.<br /><br />b. Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat indra, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.<br /><br />c. Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.<br /><br />d. Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.<br /><br />e. Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.<br /><br />2. Identifikasi Kesulitan Belajar Siswa<br />Seperti yang penulis sampaikan pada latar belakang tentang profil SD Muhammadiyah Waringinsari Kecamatan Sukuharjo, bahwa sekolah ini merupakan sekolah unggulan (keterangan terlampir). Namun setelah penulis menagadakan penelitian dengan menggunakan metode wawancara dan menganalisa data khususnya kelas V (lima). Masih ada beberapa murid yang mengalami kesulitan belajar. Tentunya kesulitan belajar itu diakibatkan oleh beberapa faktor. Namun pada kesempatan kali ini penulis hanya akan mencoba menagmbil sampel pada 2 murid yang berada di kelas V yaitu BZ dan AS. Dimana dua murid ini memiliki masalah kesulitan belajar yang berbeda. BZ memiliki kesulitan belajar Under Achiever dan AS memiliki kesulitan belajar Slow Leaner (lambat dalam belajar). Adapun sebab penulis menyimpulkan kesulitan belajar tersebut setelah melakukan analisis seperti yang dijelaskan berikut ini :<br />a. Pengumpulan Data<br />Didalam pengumpulan data penulis memperoleh data tentang kesulitan belajar tersebut menggunakan metode observasi dan wawancara (interview) dengan wali kelas V yaitu Ibu Ismawati S. Pd.<br /><br />Adapun data yang diperoleh yaitu jumlah keseluruhan murid adalah 28 orang, yang terdiri dari 18 laki-laki dan 10 perempuan. Dari jumlah keseluruhan murid tersebut sebenarnya kesulitan belajarnya tidak terlalu banyak hanya beberapa macam. Namun untuk kedua murid ini memiliki kesulitan belajar. Seperti yang disampaikan Wali Kelas V (lima) Ibu Ismawati, S. Pd., “sebenarnya murid di kelas V (lima) ini secara rata-rata sudah memuaskan dalam hasil belajar. Namun si BZ dan AS ini memiliki masalah apalagi nilai kedua murid tersebut sangat rendah. Kami juga telah memberikan beberapa layanan namun belum juga berhasil dan hasilnya nilai semester ganjil Tahun 2009/2010 ini juga belum memuaskan. Si BZ itu sebenarnya kalau belajar ditanya dia pasti bisa menjawab namun dia itu sering menggangu teman dan tugas-tugas jarang dikerjakan. AS lain lagi, dia itu sangat susah menangkap pelajaran hal ini juga disampaikan oleh teman-teman guru bidang studi”.<br /><br />Setelah penulis melakukan interviu, sudah bisa kami simpulkan apa sebenarnya kesulitan belajar yang dialami kedua murid tersebut.<br /><br />b. Pengolahan Data<br />Setelah melakukan pengumpulan data melalui observasi dan wawancara. Penulis sudah memahami bahwa murid tersebut mengalami kesulitan belajar yang berbeda. Seperti yang disampaikan wali kelas V, kami menyimpulkan bahwa :<br /><br />1) BZ itu kesulitan belajarnya adalah Under Achiever yakni mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah.<br /><br />2) AS itu kesulitan belajarnya Slow Learning atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.<br /><br /><br /><br /><br /><br />c. Diagnosis<br />Setelah menyimpulkan masalah yang dialami kedua murid tersebut. Timbulnya masalah yang dihapi BZ dan AS disebabkan oleh faktor yaitu :<br />1) BZ<br />Setelah melihat data-data sendiri dan mendapat hasil home visit wali kelas, dapat dilihat bahwa latar belakang keluarga yang berasal dari petani dan ibu hanya sebagai ibu rumah tangga. Di rumah BZ jarang diperhatikan belajarnya. Dan perhatian khusus kedua orang tuanya tentang perkembangan belajarnyapun jarang. Ibunya sendiri yang hanya di rumah sibuk ngurusin adik-adiknya. Walaupun sebenarnya masih ada waktu banyak untuk meluangkan waktu untuk memperhatikan belajarnya BZ, namun itupun tidak dilakukan. Selain kurang perhatian, keluarga BZ juga sangat sederhana dan pas-pasan. Waktu home visite Ibunya menyampaikan BZ sering minta dibelikan buku, namu karena tidak ada maka tidak diberikan.<br /><br />2) AS<br />Latar belakang keluarganya sama dengan BZ, namun AS ini memang memiliki keterlambatan menagkap pelajaran. Hal ini disebabkan kurang perhatiannya orang tuanya tetang kebutuhan gizi dan vitamin bagi AS. Itu terbukti ketika melihat menu makanan sehari-hari sangatlah jauh dari 4 sehat lima sempurna. Ditambah lagi orang tuanya dirumah acuh-tak acuh terhadap proses belajarnya<br /><br />d. Prognosis<br />Setelah melakukan diagnosis kesulitan belajar murid tersebut, pihak sekolah melalui wali kelas telah melakukan beberapa hal yakni :<br />1) Bimbingan Pribadi<br />2) Kunjungan Rumah (home visit)<br /><br />e. Alih Tangan Kasus<br />Dari jenis masalah yang dimiliki BZ dan AS, pihak sekolah maupun guru belum mengadakan Alih Tangan Kasus.<br /><br />f. Evaluasi dan Follow Up<br />Setelah memberikan beberapa macam layanan bimbingan. Pihak sekolah melakukan evaluasi bahwa kedua anak tersebut harus mendapatkan perhatian penuh dari kedua orang tuanya. Dan pihak sekolah selalu memberikan informasi kepada orang tua masing-masing terkait ada atau tidaknya perkembangan hasil belajar keda murid tersebut.<br />B. Layanan Yang Telah Diberikan<br />Dalam memberikan pemahaman demi kelancaran dan keberhasilan murid di SD Muhammadiyah Waringinsari, pihak sekolah telah memberikan beberapa layanan, yaitu :<br />1. Layanan Orientasi<br />Layanan orientasi ini diberikan pada saat permulaan awal masuk sekolah. Isinya tentang apa saja yang akan dipelajari selama kelas V dan khususnya pelajaran semester ganjil.<br /><br />2. Layanan Informasi<br />Layanan informasi ini diberikan untukm membekali siswa dengan berbagai pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai hal yang berguna bagi individu murid sebagai penunjang pembelajarannya di sekolah. Seperti menyampaikan aga murid menyiapkan buku tulis tiap bidang studi, jadwal belajar, dan lain-lain<br /><div class="fullpost"><br />3. Layanan Penempatan Penyaluran<br />Layanan ini telah dilakukan dengan menempatkan posisi tempat belajar yang sesuai.<br /><br /><br /><br />4. Layanan Pembelajaran<br />Layanan ini diberikan agar murid mampu melaksanakan kegiatan belajar dengan baik dan seoptimal mungkin, baik di sekolah maupun di rumah.<br /><br />5. Layanan Bimbingan Kelompok<br />Wali kelas V sewaktu-waktu memberikan layanan bimbingan kelompok pada muridnya. Hal ini bertujuan agar murid-murid memahami betapa pentingnya kerjasama dalam hal sosial. Membuat jadwal piket, dan struktur kelas.<br /><br />6. Bimbingan Pribadi<br />Bimbingan pribadi ini dilakukan pihak sekolah kepada murid yang menagalami kesulitan belajar. Hal ini dilakukan pada siswa seperti BZ dan AS. Bimbingan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan pemberian pengertian tentang masalah yang dihadapinya dan saran-saran untuk penyelesaian masalah belajarnya.<br /><br />C. Layanan Belum Diberikan<br />Adapun layanan yang belum diberikan adalah layanan konseling kelompok. Hal ini disebabkan karena penyelesaian masalah, pihak sekolah lebih cendrung dengan cara konseling individu. Apalagi di kelas V sendiri yang menagalami kesulitan belajar terjadi hanya ke beberapa murid saja.<br />D. Hasil<br />Setelah melakukan tahapan untuk menyimpulkan masalah kesulitan belajar pada BZ dan AS, penulis menyarankan kepada wali kelas V (lima) agar memberikan layanan kepada dua murid tersebut.<br /><br />1. BZ<br />Untuk mengatasi siswa underachiever (BZ), model trifokal yang diajukan Rimm adalah salah satu pendekatan yang paling komprehensif untuk mengatasi siswa yang underachiever. Model ini melibatkan individu sendiri, lingkungan rumah dan sekolah. Masing-masing pihak yang terlibat tersebut diikutsertakan dalam program trifokal ini, sehingga setiap orang yang diperkirakan berkontribusi terhadap masalah underachiever dapat menyelesaikan masalah anak dengan lebih komprehensif. Agar dapat mengatasi siswa underachiever dengan tepat, maka diperlukan intervensi yang berbeda pada setiap kasus karena menurut Hansford underachievement sangat spesifik pada individu masing-masing.<br /><br />Underachievement adalah pola perilaku yang dipelajari dan tentunya dapat juga diubah dan untuk meningkatkan prestasi anak underachiever dapat dilakukan dengan membangun self-esteem, meningkatkan konsep diri, meningkatkan motivasi intrinsik dan ekstrinsik, mengajari cara belajar (study skills), manajemen waktu dan mengatasi kekurangannya dalam hal akademik.<br /><br />2. AS<br />Sepeti yang sudah penulis sampaikan di atas. Bahwa kesulitan belajar As tergolong pada Solw Learner (lambat dalam belajar). Untuk itu cara yang tepat untuk menagani kesulitan belajar ini adalah :<br />a. Pengulangan<br />AS ini susah dalam menagkap pelajaran dan lambat proses mentransfer ilmunya. Untuk itu sosuli tepatnya adalah agar guru memberikan waktu khusus pada AS untuk melakukan pengulangan pelajaran dengan tepat.<br /><br />b. Harus ada Bimbingan Khusus<br />Slow learner, yang dihadapi AS ini, harus dibimbing oleh satu orang guru tertentu. Artinya da harus dibimbing satu orang guru khusus. Pelajaran dalam satu kelas yang diampu satu orang guru seperti di sekolah umum jelas tidak bisa diterapkan pada para siswa berkebutuhan khusus seperti AS. Untuk itu kalau wali sekolah tidak sanggup, bisa mencarikan guru pembimbing khusus di rumah (les privat) yang tujuannya agar AS dapat diajari dengan perhatian penuh dari satu orang guru pembimbing.<br />BAB III<br />PENUTUP<br /><br />A. Kesimpulan<br />Berdasarkan hasil penelitian yang penulis buat. Dapat disimpulkan bahwa murid di kelas V SD Muhammadiyah Waringinsari Kecamatan Sukoharjo yang memiliki kesulitan belajar adalah BZ dan AS. Dan cara menyelesaikan atau penanganan yang tepat terhadap kesulitan belajar tersebut adalah :<br />1. BZ diberikan layanan model trifokal adalah salah satu pendekatan yang paling komprehensif untuk mengatasi siswa yang underachiever. Model ini melibatkan individu sendiri, lingkungan rumah dan sekolah. Masing-masing pihak yang terlibat tersebut diikutsertakan dalam program trifokal ini, sehingga setiap orang yang diperkirakan berkontribusi terhadap masalah underachiever dapat menyelesaikan masalah anak dengan lebih komprehensif.<br />2. AS yang memiliki masalah kesulitan belajar slow learner diberikan terapi pengulangan dan bimbingan belajar khusus di rumah (di luar jam sekolah).<br /><br /><br /><br /><br />B. Saran<br />Pada kesempatan ini, penulis akan menyampaikan beberapa saran :<br />1. Kepada Sekolah<br />Secara umum penulis melihat bahwa tidak ada kesulitan belajar luar biasa pada murid, namun beberapa individu mempunyai beberapa masalah dalam belajarnya. Untuk itu kami menyarankan agar SD Muhammadiyah Waringinsari Kecamatan Sukoharjo, agar memiliki seorang guru pembimbing khusus. Hal ini agar bembingan belajar dapat difokuskan pada pembimbing tersebut.<br /><br />2. Kepada Guru Kelas V<br />Kepada Guru Kelas V, diharapkan agar dapat memberikan tahapan penyelesaian seperti yang kami gambarkan di atas. Tentunya hal itu akan berjalan efektif dengan kerjasama dengan pihak orangtua murid.<br /><br />3. Kepada Orangtua<br />Kepada kedua orang tua, baik orang tua BZ dan AS, agar dapat memberikan perhatian penuh kepada anaknya. Luangkanlah waktu untuk mengevaluasi hasil belajarnya di sekolah.<br /><br />4. Kepada Murid<br />Untuk BZ agar meningkatkan kualitas belajarnya dengan saran dari guru dan orangtua masing-masing.<br /><br /></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6232954082946170350.post-6009522962095964412010-01-26T09:21:00.004+07:002010-10-31T12:38:16.642+07:00Layanan Bimbingan Konseling Sarat NilaiProf. Dr. Sunaryo Kartadinata, Ketua Umum Pengurus Besar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN), menulis sebuah artikel yang dimuat dalam harian Pikiran Rakyat, 6 September 2006, hal. 20 dengan judul tulisan “Layanan Bimbingan dan Konseling Sarat Nilai”. Isi tulisan kiranya dapat disarikan sebagai berikut :<br />Bahwa tugas seorang konselor adalah menyelenggarakan layanan kemanusiaan pada kawasan layanan yang bertujuan memandirikan individu dalam menavigasi perjalanan hidupnya melalui pengembilan keputusan tentang pendidikan, pilihan dan pemeliharaan karier untuk mewujudkan kehidupan yang produktif dan sejahtera, serta untuk menjadi warga masyarakat yang peduli kemaslahatan umum.melalui pendidikan. Makna melalui pendidikan mengandung penekanan keharusan sinergi antara guru dan konselor.<br /><br /><div class="fullpost"><br />Seorang konselor sebagai pengampu layanan bimbingan dan konseling selalu digerakkan oleh motif altruistik, menggunakan penyikapan yang empatik, menghormati keragaman serta mengedepankan kemaslahatan pengguna layanannya, dilakukan dengan selalu mencermati kemungkinan dampak jangka panjang dari tindakan layanannya itu terhadap pengguna layanan, dan selalu menyadari batas kemampuan dan kewenangan yang dimilikinya sebagai seorang profesional. Pekerjaan bimbingan dan konseling adalah pekerjaan berbasis nilai, layanan etis normatif, dan bukan layanan bebas nilai. Seorang konselor perlu memahami betul hakekat manusia dan perkembangannya sebagai makhluk sadar nilai dan perkembangannya ke arah normatif-etis. Seorang konselor harus memahami perkembangan nilai, namun seorang konselot tidak boleh memaksakan nilai yang dianutnya kepada konseli (peserta didik yang dilayani), dan tidak boleh meneladankan diri untuk ditiru konselinya, melainkan memfasilitasi konseli untuk menemukan makna nilai kehidupannya.<br /><br />Dengan karakteristik keunikan konteks tugas dan ekspektasi kinerjanya, seorang konselor dipersyaratkan memiliki kompetensi :<br />1) memahami secara mendalam konseli yang dilayani; <br />2) menguasai landasan dan kerangka teoritik bimbingan dan konseling; <br />3) menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan; <br />4) mengembangkan profesionalitas profesi secara berkelanjutan, <br />5) yang dilandasi sikap, nilai, dan kecenderungan pribadi yang mendukung.<br /><br />Berkenann dengan komponen Pengembangan Diri dalam KTSP, Sunaryo mengingatkan untuk tidak menyeret layanan bimbingan dan konseling ke arah pembelajaran seperti bidang studi. Menurutnya, bahwa Pengembangan Diri dalam KTSP merupakan wilayah kerja semua pendidik di sekolah dan bukan hanya wilayah kerja konselor. Misalnya, pengembangan bakat dan minat peserta didik lebih banyak merupakan tugas guru bidang studi karena akan menyangkut substansi yang terkait dengan bakat anak. Konselor akan berperan membantu peserta didik untuk memahami bakat dan minat yang ada pada dirinya., misalnya melalui asesmen psikologis, dan memilih alternatif pengembangan yang paling mungkin bagi dirinya, baik terkait dengan pendidikan maupun karier. Selebihnya adalah tugas guru untuk membantu peserta didik mengembangkan bakatnya, baik melalui kegiatan intra maupun ekstra kurikuler. Tidak mungkin seorang konselor mengajarkan subtansi yang yang terkait dengan pengembangan bakat dan minat peserta didik.<br /><br />Layanan bimbingan dan konseling di sekolah tidak bisa digantikan dengan komponen pengembangan diri, melainkan tetap sebagai sebuah layanan utuh yang berorientasi kepada upaya memfasilitasi kemandirian peserta didik.<br /><br />Jika acuan guru bidang studi adalah pencapaian Standar Kompetensi Lulusan (SKL), acuan konselor adalah Standar Kompetensi Kemandirian (SKK) yang basisnya adalah tugas-tugas perkembangan yang harus dikuasai peserta didik dalam perkembangan moral, akademik, pribadi-sosial, dan karier. SKK ini sesungguhnya yang harus dirumuskan oleh konselor dan setiap satuan pendidikan sebagai dasar pengembangan program layanan bimbingan dan konseling.<br /><br />Pengembangan program layanan Bimbingan dan Konseling merentang mulai dari tingkat TK sampai dengan Perguruan Tinggi. Pada jenjang TK dan SD layanan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh Roving Counselor (Konselor Kunjung) untuk membantu guru menyusun Program BK yang terpadu dengan proses pembelajaran dan mengatasi perilaku yang mengganggu, melalui direct behavioral consultation.<br /><br />Pada jenjang SMP dan SMA layanan bimbingan dan konseling dapat dilakukan olehkonselor untuk memfasilitasi peserta didik dalam mengaktualisasikan potensi peserta didik secara optimal dan salah satunya adalah kemandirian dalam mengambil keputusan perencanaan pendidikan dan karier.<br /><br />Pada jenjang SMP dan SMA, layanan Bimbingan dan Konseling untuk semakin mengokohkan pilihan dan pengembangan karier sejalan dengan bidang vokasi yang menjadi pilihannya.. Bimbingan Karier (soft skill) dan Bimbingan Vokasional (hard skill) harus dikembangkan secara sinergis, berkolaborasi dengan guru bidang vokasional.<br /><br />Pada jenjang Perguruan Tinggi layanan Bimbingan dan Konseling dimaksudkan untuk semakin memantapkan karier yang sebisa mungkin yang paling cocok, baik dengan rekam jejak pendidikan mahasiswa maupun kebutuhan untuk mengaktualisasikan dirinya sebagai pribadi yang produktif, sejahtera, serta berguna untuk manusia lain.<br /><br />Selain itu, dikemukakan pula tentang layanan Bimbingan dan Konseling bagi anak berkebutuhan khusus dan anak berbakat. layanan Bimbingan dan Konseling bagi anak berkebutuhan khusus layanan Bimbingan dan Konseling lebih ditekankan pada upaya pengembangan kecakapan hidup sehari-hari (daily living activities), merupakan intervensi tidak langsung yang lebih terfokus upaya mengembangkan lingkungan perkembangan yang akan melibatkan banyak pihak, terutama guru pendidikan khusus. Sedangkan layanan Bimbingan dan Konseling bagi anak berbakat, pelayanan bimbingan dan konseling pada dasarnya sama dengan pelayanan umum lainnya. Dalam hal ini, konselor berperan dalam asesmen keberbakatan dan memilih alternatif pengembangan keberbakatan, yang tidak hanya dalam pengertian intelektual saja tetapi juga keberbakatan lainnya, seperti dalam olah raga, seni dan sebagainya. Atas semua itu, saat ini Asosiasi Bimbingan dan Konseling (ABKIN) dengan dukungan Ditjen Dikti, Ditjen PMPTK, BSNP, Dijen Dikdasmen sedang merumuskan standar kompetensi konselor, pendidikan profesional konselor dan penyelenggaraan layanan Bimbingan dan Konseling dalam jalur pendidikan formal termasuk di dalamnya pengembangan Standar Kompetensi Kelulusan (SKK) sebagai rambu-rambu bagi konselor.<br /><br />Sumber : Sunayo Kartadinata.“Layanan Bimbingan dan Konseling Sarat Nilai”.Pikiran Rakyat, 6 September 2006, hal. 20.<br /><br /></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6232954082946170350.post-78114416990502158022009-12-07T11:22:00.002+07:002009-12-07T11:28:46.540+07:00Keterampilan Konselor<meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 12"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 12"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CUser%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><link rel="themeData" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CUser%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_themedata.thmx"><link rel="colorSchemeMapping" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CUser%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_colorschememapping.xml"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:trackmoves/> <w:trackformatting/> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:donotpromoteqf/> <w:lidthemeother>EN-US</w:LidThemeOther> <w:lidthemeasian>X-NONE</w:LidThemeAsian> <w:lidthemecomplexscript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> <w:splitpgbreakandparamark/> <w:dontvertaligncellwithsp/> <w:dontbreakconstrainedforcedtables/> <w:dontvertalignintxbx/> <w:word11kerningpairs/> <w:cachedcolbalance/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> <m:mathpr> <m:mathfont val="Cambria Math"> <m:brkbin val="before"> <m:brkbinsub val="--"> <m:smallfrac val="off"> <m:dispdef/> <m:lmargin val="0"> <m:rmargin val="0"> <m:defjc val="centerGroup"> <m:wrapindent val="1440"> <m:intlim val="subSup"> <m:narylim val="undOvr"> </m:mathPr></w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" defunhidewhenused="true" defsemihidden="true" defqformat="false" defpriority="99" latentstylecount="267"> <w:lsdexception locked="false" priority="0" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Normal"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="heading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="35" qformat="true" name="caption"> <w:lsdexception locked="false" priority="10" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" name="Default Paragraph Font"> <w:lsdexception locked="false" priority="11" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtitle"> <w:lsdexception locked="false" priority="22" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Strong"> <w:lsdexception locked="false" priority="20" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="59" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Table Grid"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Placeholder Text"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="No Spacing"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Revision"> <w:lsdexception locked="false" priority="34" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="List Paragraph"> <w:lsdexception locked="false" priority="29" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="30" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="19" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="21" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="31" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="32" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="33" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Book Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="37" name="Bibliography"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" qformat="true" name="TOC Heading"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"Cambria Math"; panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:roman; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:-1610611985 1107304683 0 0 159 0;} @font-face {font-family:Calibri; panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:swiss; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:-1610611985 1073750139 0 0 159 0;} @font-face {font-family:"Franklin Gothic Book"; panose-1:2 11 5 3 2 1 2 2 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:swiss; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:647 0 0 0 159 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; margin:0cm; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; mso-bidi-font-size:11.0pt; font-family:"Times New Roman","serif"; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi; mso-ansi-language:IN;} p.MsoListParagraph, li.MsoListParagraph, div.MsoListParagraph {mso-style-priority:34; mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:0cm; margin-left:36.0pt; margin-bottom:.0001pt; mso-add-space:auto; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; mso-bidi-font-size:11.0pt; font-family:"Times New Roman","serif"; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi; mso-ansi-language:IN;} p.MsoListParagraphCxSpFirst, li.MsoListParagraphCxSpFirst, div.MsoListParagraphCxSpFirst {mso-style-priority:34; mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; mso-style-type:export-only; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:0cm; margin-left:36.0pt; margin-bottom:.0001pt; mso-add-space:auto; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; mso-bidi-font-size:11.0pt; font-family:"Times New Roman","serif"; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi; mso-ansi-language:IN;} p.MsoListParagraphCxSpMiddle, li.MsoListParagraphCxSpMiddle, div.MsoListParagraphCxSpMiddle {mso-style-priority:34; mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; mso-style-type:export-only; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:0cm; margin-left:36.0pt; margin-bottom:.0001pt; mso-add-space:auto; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; mso-bidi-font-size:11.0pt; font-family:"Times New Roman","serif"; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi; mso-ansi-language:IN;} p.MsoListParagraphCxSpLast, li.MsoListParagraphCxSpLast, div.MsoListParagraphCxSpLast {mso-style-priority:34; mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; mso-style-type:export-only; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:0cm; margin-left:36.0pt; margin-bottom:.0001pt; mso-add-space:auto; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; mso-bidi-font-size:11.0pt; font-family:"Times New Roman","serif"; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi; mso-ansi-language:IN;} .MsoChpDefault {mso-style-type:export-only; mso-default-props:yes; font-size:12.0pt; mso-ansi-font-size:12.0pt; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:72.0pt 72.0pt 72.0pt 72.0pt; mso-header-margin:36.0pt; mso-footer-margin:36.0pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} /* List Definitions */ @list l0 {mso-list-id:374499885; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:-297663948 -1397424586 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;} @list l0:level1 {mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt; mso-ansi-font-weight:bold;} ol {margin-bottom:0cm;} ul {margin-bottom:0cm;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; mso-bidi-font-size:11.0pt; font-family:"Times New Roman","serif"; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;} </style> <![endif]--> <p class="MsoNormal"><span style=";font-family:";" ><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b><span style=";font-family:";" >Keterampilan Konselor</span></b></p><p class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<br /><b><span style=";font-family:";" ></span></b><span style=";font-family:";" ><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=";font-family:";" >Gibson dan Mitchell (1995:150) menyebutkan ada empat keterampilan konseling yakni keterampilan komunikasi, keterampilan diagnostik, keterampilan memotivasi dan keterampilan manajemen.</span></p><p class="MsoNormal" style="">
<br /><span style=";font-family:";" ><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoListParagraph" style="margin-left: 21.3pt; text-indent: -21.3pt;"><!--[if !supportLists]--><b style=""><span style=";font-family:";" ><span style="">1.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span></span></b><!--[endif]--><b><span style=";font-family:";" >Keterampilan Komunikasi</span></b><span style=";font-family:";" > <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 21.3pt; text-align: justify;"><span style=";font-family:";" >Keterampilan komunikasi terdiri atas dua yakni keterampilan komunikasi nonverbal dan keterampilan komunikasi verbal. Gazda, Asbury, Balzer, Childers and Walters (dalam Gibson dan Mitchell (1995:150) <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 21.3pt; text-align: justify;"><span style=";font-family:";" >membagi keterampilan komunikasi nonverbal atas empat keterampilan yakni perilaku komunikasi nonverbal mengggunakan waktu terdiri atas mengenali waktu dan prioritas waktu; perilaku komunikasi nonverbal menggunakan tubuh terdiri atas kontak mata, mata, kulit, postur tubuh, ekspresi wajah, tangan dan pergerakan lengan, perilaku diri, pengulangan perilaku, sinyal atau aba-aba, menarik perhatian; perilaku komunikasi nonverbal menggunakan media suara terdiri atas nada suara, kecepatan berbicara, kerasnya suara, gaya berbicara; dan perilaku komunikasi nonverbal menggunakan lingkungan terdiri atas pengaturan jarak, pengaturan seting fisik, terkesan mahal berlawanan dengan kesan jorok terdiri atas pakaian yang digunakan dan posisi dalam ruangan konseling.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 30pt; text-align: justify;"><span style=";font-family:";" >Keterampilan komunikasi verbal yang penting adalah mendengar, memberi respon balikan dan mengajukan pertanyaan (Gibson & Mitchell, 1995:154). Mendengar adalah persyaratan komunikasi verbal yang efektif. Cavaugh (Gibson & Mitchell, 1995:154) menyatakan bahwa “<i>listening is the basis of a counselor’s effectiveness”</i>. Selanjutnya, dengan keefektifan mendengar maka akan dapat dilakukan respon balikan terhadap perilaku, perasaan, perhatian, aksi, ekspresi klien. Dalam mengajukan pertanyaan pun harus digunakan bentuk pertanyaan terbuka yang akan memberikan kesempatan klien untuk mengekspresikan perasaan, merinci pembicaraan dan memperoleh pemahaman baru.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-left: 21.3pt;"><span style=";font-family:";" ><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-left: 21.3pt; text-indent: -21.3pt;"><!--[if !supportLists]--><b style=""><span style=";font-family:";" ><span style="">2.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span></span></b><!--[endif]--><b><span style=";font-family:";" >Keterampilan Diagnostik</span></b><span style=";font-family:";" ><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 21.3pt;"><span style=";font-family:";" >Keterampilan ini mensyaratkan konselor terampil dalam mendiagnosa dan memahami klien, memperhatikan klien, dan pengaruh lingkungan yang relefan. Konselor harus terampil dalam menggunakan pengukuran psikologi terstandar dan teknik non standar untuk mendiagnosa klien.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:";" ><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoListParagraph" style="margin-left: 21.3pt; text-indent: -21.3pt;"><!--[if !supportLists]--><b style=""><span style=";font-family:";" ><span style="">3.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span></span></b><!--[endif]--><b><span style=";font-family:";" >Keterampilan Memotivasi</span></b><span style=";font-family:";" ><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 21.3pt;"><span style=";font-family:";" >Tujuan konseling biasanya untuk membantu perubahan perilaku dan sikap klien. Untuk memenuhi tujuan ini, seorang konselor harus mempunyai keterampilan memotivasi klien.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:";" > <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoListParagraph" style="margin-left: 21.3pt; text-indent: -21.3pt;"><!--[if !supportLists]--><b style=""><span style=";font-family:";" ><span style="">4.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span></span></b><!--[endif]--><b><span style=";font-family:";" >Keterampilan Manajemen</span></b><span style=";font-family:";" ><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 21.3pt; text-align: justify;"><span style=";font-family:";" >Yang termasuk keterampilan manajemen adalah perhatian terhadap lingkungan dan pengaturan fisik, pengaturan waktu, mengatur proses membantu klien bahagia, mengatur kontribusi konselor dalam proses konseling, mengenali dan bekerja dalam keprofesionalan seorang konselor. Menentukan poin dan metode mengakhiri konseling, tindak lanjut dan mengevaluasi merupakan tanggung jawab konselor.</span></p><p class="MsoNormal" style="margin-left: 21.3pt; text-align: justify;">
<br /><span style=";font-family:";" ><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:";" >(</span><span lang="IN">Gibson, R.L. & Mitchell, M.H. 1995. <em><span style="">Introduction to Guidance</span></em>. New York: Macmillan Publisher.</span><span style="">)</span><span style=";font-family:";" ><o:p></o:p></span></p> Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6232954082946170350.post-21044651036420845032009-12-07T11:14:00.000+07:002009-12-07T11:16:16.331+07:00Masalah dalam Masa Remaja<div style="text-align: center;">Masalah dalam Masa Remaja<br /></div><br /> <br /><div style="text-align: center;"> Oleh : Drs. Irsyad Das, M.Pd., Kons.<br /></div><br /> Pengertian Masalah<br /><br /><div style="text-align: justify;"> Kata “masalah” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) berarti sesuatu yang harus diselesaikan (dipecahkan). Masalah merupakan sesuatu yang menghambat, merintangi, atau mempersulit seseorang mencapai maksud dan tujuan tertentu (Winkel, 1985). Kondisi bermasalah dengan demikian mengganggu dan dapat merugikan individu maupun lingkungannya. Prayitno (2004a:4) mengungkapkan masalah seseorang dapat dicirikan sebagai “(1) sesuatu yang tidak disukai adanya, (2) sesuatu yang ingin dihilangkan, dan/atau (3) sesuatu yang dapat menghambat atau menimbulkan kerugian, ...”. Berdasarkan pengertian dan ciri-ciri masalah tersebut dapat dirumuskan bahwa masalah pada diri individu adalah suatu kondisi sulit yang memerlukan pengentasan dan apabila dibiarkan akan merugikan.<br /><br /> Karakteristik Masalah dalam Masa Remaja<br /><br /> Siswa SMA berada dalam masa remaja (adolescence). Arti adolescence mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1980:206). Masa remaja ditandai oleh perubahan-perubahan psikologis dan fisik yang pesat. Remaja telah meninggalkan masa anak-anak, tapi ia belum menjadi orang dewasa. Remaja berada dalam masa peralihan atau transisi.<br /><br /> Remaja mengalami berbagai masalah sebagai akibat perubahan-perubahan itu dalam interaksinya dengan lingkungan. Sebagian masalah-masalah itu berkaitan dengan dinamika hubungan remaja dan orang tuanya, antara lain sebagai berikut:<br /><br /> * Otonomi dan Kedekatan.<br /><br />Santrock (1983:41) memandang bahwa isu utama relasi orang tua dan remaja adalah masalah otonomi dan kedekatan (attachment). Bahwa selain memasuki dunia yang terpisah dengan orang tua sebagai salah satu tanda perkembangannya, remaja juga menuntut otonomi dari orang tuanya. Remaja ingin memperlihatkan bahwa merekalah yang bertanggungjawab atas keberhasilan dan kegagalan mereka, sebagian mereka menolak bantuan orang tua dan guru-guru (Santrock, 1983:41; Hurlock, 1980:208). Otonomi terutama diraih melalui reaksi orang-orang dewasa terhadap keinginan mereka untuk memperoleh kendali atas dirinya. Orang tua yang bijaksana, dengan demikian, akan melepaskan kendali di bidang-bidang di mana anak remajanya dapat mengambil keputusan yang masuk akal sambil tetap terus membimbing.<br />Dalam meraih otonomi, menurut Santrock (1983:41), kedekatan dengan orang tua pada masa remaja dapat membantu pengembangan kompetensi sosial dan kesejahteraan sosial remaja, seperti harga diri, penyesuaian emosi, dan kesehatan fisik. Artinya, selama masa remaja keterkaitan dan kedekatan dengan orang tua sangat membantu pengembangan bidang pribadi dan sosial remaja. Dalam arti sebaliknya, kurangnya attachment akan menimbulkan masalah otonomi yang disertai akibat-akibat psikologis dan sosial negatif pada diri remaja.<br /><br /> * Keinginan Mandiri<br /><br />Banyak remaja yang ingin mandiri. Mereka berkeinginan mengatasi masalahnya sendiri. Meski begitu, jiwa para remaja itu membutuhkan rasa aman yang diperoleh dari ketergantungan emosi pada orang tua (Hurlock, 1980:209). Hal ini mengisyaratkan bahwa masalah-masalah remaja yang disebabkan oleh kurangnya pengalaman, wawasan dan informasi tentang tingkah laku yang seharusnya mereka ambil dapat diatasi dengan mudah, namun masalah yang bersumber dari hubungan emosional dengan orang tua memerlukan pengertian dan bantuan dari orang tua sendiri ataupun guru.<br /><br />Kurang terpenuhinya kebutuhan rasa aman dari orang tua merupakan salah satu sumber masalah lemahnya kemandirian anak remaja. Masalah semacam ini dapat dientaskan dengan bantuan orang tua sehingga masalah-masalah yang lebih ringan dapat diselesaikan sendiri oleh sang anak.<br /><br /> * Identitas Diri<br /><br />Masa remaja adalah ketika seseorang mulai ingin mengetahui siapa dan bagaimana dirinya serta hendak ke mana ia menuju dalam kehidupannya. Teori terkemuka mengenai hal ini dikemukakan oleh Erikson, yaitu identitas diri versus kebingungan peran yang merupakan salah satu tahap dalam kehidupan individu (Hansen, Stevic and Warner, 1977:52). Penelitian mengenai hubungan gaya pengasuhan orang tua dengan perkembangan identitas menujukkan bahwa orang tua demokratis mempercepat pencapaian identitas, orang tua otokratis menghambat pencapaian identitas, dan orang tua permisif meningkatkan kebingungan identitas, sedangkan orang tua yang mendorong remaja untuk mengembangkan sudut pandang sendiri, memberikan tindakan memudahkan akan meningkatkan pencapaian identitas remaja (Santrock, 1983:58-59).<br /><br />Tampak bahwa perkembangan identitas diri pada masa remaja sangat dipengaruhi oleh perlakuan orang tua. Penyelesaian masalah-masalah remaja yang berhubungan dengan pencarian identitas diri, secara demikian, memerlukan keterlibatan orang tua secara tepat dan efektif.<br /><br />Kenakalan Remaja<br /><br /> Kenakalan remaja merupakan masalah masa remaja yang ber-dimensi luas. Masalah ini mencakup berbagai tingkah laku sejak dari tampilan tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial hingga tindakan kriminal. Karenanya, akibat-akibat kenakalan remaja dapat berhubungan dengan persoalan sosial yang luas serta penegakan hukum. Apa pun akibatnya, kenakalan remaja bersumber dari kondisi perkembangan remaja dalam interaksinya dengan lingkungan. Menurut Santrock (1983:35) kenakalan remaja yang disebabkan faktor orang tua antara lain adalah kegagalan memantau anak secara memadai, dan pendisiplinan yang tidak efektif. Zakiah Daradjat (1995:59) mengungkapkan bahwa penyimpangan sikap dan perilaku remaja ditimbulkan oleh berbagai kondisi yang terjadi jauh sebelumnya, antara lain oleh kegoncangan emosi, frustrasi, kehilangan rasa kasih sayang atau merasa dibenci, diremehkan, diancam, dihina, yang semua itu menimbulkan perasaan negatif dan kemudian dapat diarahkan kepada setiap orang yang berkuasa, tokoh masyarakat dan pemuka agama dengan meremehkan nilai-nilai moral dan akhlak.<br /> Pengentasan masalah siswa yang berhubungan dengan kenakalan remaja tidak hanya memerlukan perubahan insidental pada sikap dan perlakuan orang tua serta berbagai elemen dalam masyarakat, melainkan juga dengan pengungkapan dan pemahaman mendalam terhadap faktor-faktor timbulnya tingkah laku yang tidak dikehendaki itu. Artinya, diperlukan penelusuran terhadap kehidupan yang dilalui sebelumnya dengan pendekatan dan teknik bantuan profesional. Kehidupan remaja tersebut sebagian besarnya terkait dengan kehidupan dalam keluarga dan kondisi orang tua mereka.<br /><br /> <br /><br />PUSTAKA<br /><br /> * Hurlock, Elzabeth. (terj. Istiwidayanti,1999). Psikologi Perkembangan Edisi kelima. Jakarta: Erlangga.<br /> * Hansen, J.C., Stevic, R.R., Warner, R,W., 1977. Counselling Theory and Process. Boston: Allyn and Bacon.<br /> * Prayitno. 2004a. Layanan Konseling Perorangan. Padang: Jurusan BK FIP UNP.<br /> * Santrock, John W. 1983. Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup. (terj. Achmad Chusairi dan Juda Damanik, 2002. Jakarta: Erlangga.<br /> * WS Winkel. 1985. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Gramedia.<br /><br />Sumber : konselingindonesia.com/index.php?option=com_content&task=view&id=123&Itemid=104<br /><br /></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6232954082946170350.post-18325620714594742842009-12-07T10:35:00.003+07:002009-12-07T10:41:01.958+07:00Tugas Guru BK/Konselor dan Pengawas Bimbingan dan Konseling Menurut PP No. 74 Tahun 2008<h2 style="text-align: center; font-family: trebuchet ms;">Tugas Guru BK/Konselor dan Pengawas Bimbingan dan Konseling Menurut PP No. 74 Tahun 2008</h2> <p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"><strong>A.</strong> <strong>Tugas Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor</strong></p> <p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh9o_0RwkIEFPVG7jYSwdQk2ZRhzJaccx9n6qcY9nYRuTgcqwosUMtr7enJd7t8r7gDj6mIw7NRFJY26XLG7X3oPSdrsZeT60x1_bhX2vMvwGkbdQ-XndPUyMOm-XfxPfoiWxb4G1LrLljJ/s1600-h/images.jpeg"><img style="margin: 0pt 0pt 10px 10px; float: right; cursor: pointer; width: 108px; height: 90px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh9o_0RwkIEFPVG7jYSwdQk2ZRhzJaccx9n6qcY9nYRuTgcqwosUMtr7enJd7t8r7gDj6mIw7NRFJY26XLG7X3oPSdrsZeT60x1_bhX2vMvwGkbdQ-XndPUyMOm-XfxPfoiWxb4G1LrLljJ/s200/images.jpeg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5412333444944173154" border="0" /></a></p> <p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;">Guru bimbingan dan konseling/konselor memiliki tugas, tanggungjawab, wewenang dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik. Tugas guru bimbingan dan konseling/konselor terkait dengan pengembangan diri peserta didik yang sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, dan kepribadian peserta didik di sekolah/madrasah.</p><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"><br /></p> <p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;">Tugas guru bimbingan dan konseling/konselor yaitu membantu peserta didik dalam:</p> <ol style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"><li>Pengembangan kehidupan pribadi, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami, menilai bakat dan minat.</li><li>Pengembangan kehidupan sosial, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial dan industrial yang harmonis, dinamis, berkeadilan dan bermartabat.</li><li>Pengembangan kemampuan belajar, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik mengembangkan kemampuan belajar untuk mengikuti pendidikan sekolah/madrasah secara mandiri.</li><li>Pengembangan karir, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan karir.</li></ol><br /><strong style="font-family: trebuchet ms; font-weight: normal;">Jenis layanan adalah sebagai berikut:</strong> <ol style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"><li>Layanan orientasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah/ madrasah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk menyesuaikan diri serta mempermudah dan memperlancar peran peserta didik di lingkungan yang baru.</li><li>Layanan informasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi diri, sosial, belajar, karir/jabatan, dan pendidikan lanjutan.</li><li>Layanan penempatan dan penyaluran, yaitu layanan yang membantu peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, dan kegiatan ekstra kurikuler.</li><li>Layanan penguasaan konten, yaitu layanan yang membantu peserta didik menguasai konten tertentu, terutama kompetensi dan atau kebiasaan yang berguna dalam kehidupan di sekolah/madrasah, keluarga, industri dan masyarakat.</li><li>Layanan konseling perorangan, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam mengentaskan masalah pribadinya.</li><li>Layanan bimbingan kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan belajar, karir/jabatan, dan pengambilan keputusan, serta melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok.</li><li>Layanan konseling kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pembahasan dan pengentasan masalah pribadi melalui dinamika kelompok.</li><li>Layanan konsultasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik</li><li>Layanan mediasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan antar mereka<span style="font-weight: bold;">.</span></li></ol><strong style="font-weight: normal;"><br />Kegiatan-kegiatan tersebut didukung oleh:</strong> <ol style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"><li>Aplikasi instrumentasi, yaitu kegiatan mengumpulkan data tentang diri peserta didik dan lingkungannya, melalui aplikasi berbagai instrumen, baik tes maupun nontes.</li><li>Himpunan data, yaitu kegiatan menghimpun data yang relevan dengan pengembangan peserta didik, yang diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematis, komprehensif, terpadu dan bersifat rahasia.</li><li>Konferensi kasus, yaitu kegiatan membahas permasalahan peserta didik dalam pertemuan khusus yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya masalah peserta didik, yang bersifat terbatas dan tertutup.</li><li>Kunjungan rumah, yaitu kegiatan memperoleh data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya masalah peserta didik melalui pertemuan dengan orang tua atau keluarganya.</li><li>Tampilan kepustakaan, yaitu kegiatan menyediakan berbagai bahan pustaka yang dapat digunakan peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan sosial, kegiatan belajar, dan karir/jabatan.</li><li>Alih tangan kasus, yaitu kegiatan untuk memindahkan penanganan masalah peserta didik ke pihak lain sesuai keahlian dan kewenangannya</li></ol><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"><strong> </strong></p><strong style="font-weight: normal;font-family:trebuchet ms;"><br /><span style="font-weight: bold;">Beban Kerja Minimum Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor</span></strong> <p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;">Beban kerja guru bimbingan dan konseling/konselor adalah mengampu bimbingan dan konseling paling sedikit 150 (seratus lima puluh) peserta didik dan paling banyak 250 (dua ratus lima puluh) peserta didik per tahun pada satu atau lebih satuan pendidikan yang dilaksanakan dalam bentuk layanan tatap muka terjadwal di kelas untuk layanan klasikal dan/atau di luar kelas untuk layanan perorangan atau kelompok bagi yang dianggap perlu dan yang memerlukan. Sedangkan beban kerja guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah membimbing 40 (empat puluh) peserta didik dan guru yang diberi tugas tambahan sebagai wakil kepala sekolah/madrasah membimbing 80 (delapan puluh) peserta</p> <p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"><strong> </strong></p> <p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"><strong>B. Tugas Pengawas Bimbingan dan Konseling</strong></p> <p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;">Lingkup kerja pengawas bimbingan dan konseling untuk melaksanakan tugas pokok diatur sebagai berikut:</p> <ol style="font-family: trebuchet ms;"><li style="text-align: justify;">Ekuivalensi kegiatan kerja pengawas bimbingan dan konseling terhadap 24 (dua puluh empat) jam tatap muka menggunakan pendekatan jumlah guru yang dibina di satu atau beberapa sekolah pada jenjang pendidikan yang sama atau jenjang pendidikan yang berbeda.</li><li style="text-align: justify;">Jumlah guru yang harus dibina untuk pengawas bimbingan dan konseling paling sedikit 40 (empat puluh) dan paling banyak 60 guru BK.</li><li style="text-align: justify;">Uraian lingkup kerja pengawas bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut.</li></ol> <p style="text-align: justify; padding-left: 30px; font-family: trebuchet ms;"><strong>a. Penyusunan Program Pengawasan Bimbingan dan Konseling</strong></p> <ul style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"><li>Setiap pengawas baik secara berkelompok maupun secara perorangan wajib menyusun rencana program pengawasan. Program pengawasan terdiri atas (1) program pengawasan tahunan, (2) program pengawasan semester, dan (3) rencana kepengawasan akademik (RKA).</li><li>Program pengawasan tahunan pengawas disusun oleh kelompok pengawas di kabupaten/kota melalui diskusi terprogram. Kegiatan penyusunan program tahunan ini diperkirakan berlangsung selama 1 (satu) minggu.</li><li>Program pengawasan semester adalah perencanaan teknis operasional kegiatan yang dilakukan oleh setiap pengawas pada setiap sekolah tempat guru binaannya berada. Program tersebut disusun sebagai penjabaran atas program pengawasan tahunan di tingkat kabupaten/kota. Kegiatan penyusunan program semester oleh setiap pengawas ini diperkirakan berlangsung selama 1 (satu) minggu.</li><li>Rencana Kepengawasan Bimbingan dan Konseling (RKBK) merupakan penjabaran dari program semester yang lebih rinci dan sistematis sesuai dengan aspek/masalah prioritas yang harus segera dilakukan kegiatan supervisi. Penyusunan RKBK ini diperkirakan berlangsung 1 (satu) minggu.</li><li>Program tahunan, program semester, dan RKBK sekurang-kurangnya memuat aspek/masalah, tujuan, indikator keberhasilan, strategi/metode kerja (teknik supervisi), skenario kegiatan, sumberdaya yang diperlukan, penilaian dan instrumen pengawasan.</li></ul> <p style="text-align: justify; padding-left: 30px; font-family: trebuchet ms;"><strong>b. Melaksanakan Pembinaan, Pemantauan dan Penilaian</strong></p> <ul style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"><li>Kegiatan supervisi bimbingan dan konseling meliputi pembinaan dan pemantauan pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah merupakan kegiatan dimana terjadi interaksi langsung antara pengawas dengan guru binaanya,</li><li>Melaksanakan penilaian adalah menilai kinerja guru dalam merencanakan, melaksanakan dan menilai proses pembimbingan.</li><li>Kegiatan ini dilakukan di sekolah binaan, sesuai dengan uraian kegiatan dan jadwal yang tercantum dalam RKBK yang telah disusun.</li></ul> <p style="text-align: justify; padding-left: 30px; font-family: trebuchet ms;"><strong>c. Menyusun Laporan Pelaksanaan Program Pengawasan</strong></p> <ul style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"><li>Setiap pengawas membuat laporan dalam bentuk laporan per sekolah dari seluruh sekolah binaan. Laporan ini lebih ditekankan kepada pencapaian tujuan dari setiap butir kegiatan pengawasan sekolah yang telah dilaksanakan pada setiap sekolah binaan,</li><li>Penyusunan laporan oleh pengawas merupakan upaya untuk mengkomunikasikan hasil kegiatan atau keterlaksanaan program yang telah direncanakan,</li><li>Menyusun laporan pelaksanaan program pengawasan dilakukan oleh setiap pengawas sekolah dengan segera setelah melaksanakan pembinaan, pemantauan atau penilaian.</li></ul> <p style="text-align: justify; padding-left: 30px; font-family: trebuchet ms;"><strong>d. Melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesionalitas guru BK.</strong></p> <ul style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"><li>Kegiatan pembimbingan dan pelatihan profesionalitas guru BK dilaksanakan paling sedikit 3 (tiga) kali dalam satu semester secara berkelompok di Musyawarah Guru Pembimbing (MGP).</li><li>Kegiatan dilaksanakan terjadwal baik waktu maupun jumlah jam yang diperlukan untuk setiap kegiatan sesuai dengan tema atau jenis keterampilan dan kompetensi yang akan ditingkatkan.</li><li>Dalam pelatihan diperkenalkan kepada guru cara-cara baru yang lebih sesuai dalam melaksanakan suatu proses pembimbingan. Kegiatan pembimbingan dan pelatihan profesionalitas guru BK ini dapat dilakukan melalui workshop, seminar, observasi, individual dan <em>group conference.</em></li></ul> <p style="font-family: trebuchet ms;">Sumber:</p> <p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;">Depdiknas. 2009. <em><a href="http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2009/11/pedoman-pelaksanaan-tugas-guru-dan-pengawas.pdf" target="_blank">Pedoman Pelaksanaan Tugas Guru dan Pengawas</a></em>: Jakarta, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan</p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6232954082946170350.post-16682112683868740772009-12-07T10:30:00.001+07:002009-12-07T10:33:17.865+07:00PRO & KONTRA KEBIJAKAN UN<div style="text-align: center;"><span style="font-size:130%;"><span style="font-weight: bold;">P</span></span><span style="font-weight: bold;font-size:130%;" >RO & KONTRA KEBIJAKAN UN<br /><br /></span><div style="text-align: justify;">Dari tahun ke tahun penyelenggaraan Ujian Nasional selalu diwarnai dengan pro-kontra. Di satu pihak ada yang meyakini bahwa Ujian Nasional <strong>sebagai syarat kelulusan siswa</strong> masih tetap diperlukan. Tetapi di lain pihak, tidak sedikit pula yang menyatakan menolak Ujian Nasional <strong>sebagai syarat kelulusan siswa</strong>. Masing-masing pihak tentunya memliki argumentasi tersendiri.<br /><br /></div><p style="text-align: justify;">Berikut ini disajikan aneka berita seputar Pro-Kontra Kebijakan Ujian Nasional yang berhasil dihimpun dari berbagai sumber, yang tentunya baru sebagian kecil saja dari sejumlah berita yang saat ini sedang hangat diberitakan dalam berbagai mass media.</p><p style="text-align: justify;"><br /></p> <p style="text-align: justify;"><strong>BERITA PRO UJIAN NASIONAL</strong></p> <p style="text-align: justify;"><strong>1. Penerbitan Permendiknas Ujian Nasional 2010 </strong></p> <p style="text-align: justify;">Mendiknas menerbitkan peraturan <strong>No.74 dan 75 tentang Panduan UN Tahun Pelajaran 2009-2010 SD dan SMP/SMA/SMK</strong>, ditandatangani oleh Mendiknas Bambang Sudibyo per tanggal 13 Oktober 2009. Salah satu isinya menyebutkan bahwa Hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan. (baca selengkapnya<a href="http://www.depdiknas.go.id/" target="_blank"> Depdiknas</a> )</p><p style="text-align: justify;"><br /></p> <p style="text-align: justify;"><strong>2. Kalah di MK Soal UN, Pemerintah Segera Ajukan PK </strong></p> <p style="text-align: justify;">Menyusul keputusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi ujian nasional yang diajukan oleh pemerintah, Pemerintah akan kembali melakukan upaya hukum yang terakhir yakni pengajuan peninjauan kembali. “Terus terang saya belum membaca keputusan MA. Yang jelas kita menghormati apa pun keputusan lembaga hukum. Siapa pun juga harus menghormati upaya-upaya hukum yang masih dilakukan. Untuk selanjutnya, tentu pemerintah akan menggunakan hak yang dimiliki,” kata Menteri Pendidikan Nasional RI Mohammad Nuh seusai upacara bendera Peringatan Hari Guru, Rabu (25/11) di halaman Departemen Pendidikan Nasional RI, Jakarta. (baca selengkapnya <a href="http://edukasi.kompas.com/read/xml/2009/11/25/1219242/kalah.di.mk.soal.un.pemerintah.segera.ajukan.pk" target="_blank">Kompas.com</a>)</p><p style="text-align: justify;"><br /></p> <p style="text-align: justify;"><strong>3. 2010, UN Bukan Penentu Kelulusan</strong></p> <p style="text-align: justify;">Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) <strong>M Nuh</strong> mengatakan, pada tahun 2010 Departemen Pendidikan Nasional (depdiknas) akan melakukan perubahan pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Tetapi pihaknya menyangkal jika perubahan tersebut dikaitkan dengan keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi dari pemerintah berkait keputusan dari Pengadilan Tinggi Jakarta tentang pelaksanaan UN. (baca selengkapnya <a href="http://www.republika.co.id/berita/92107/2010_UN_Bukan_Penentu_Kelulusan" target="_blank">Republika Online</a>)</p><p style="text-align: justify;"><br /></p> <p style="text-align: justify;"><strong>4. Ujian Nasional Jalan Terus </strong></p> <p style="text-align: justify;">Salah satu anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Prof Mungin Eddy Wibowo, mengatakan bahwa putusan Mahkamah Agung (MA) yang melarang pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tak memengaruhi penyelenggaraan UN pada 2010. “Kami akan tetap menyelenggarakan UN pada 2010 sesuai dengan jadwal yang ditetapkan, dan hal itu juga telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,” kata Mungin. (baca selengkapnya <a href="http://edukasi.kompas.com/read/xml/2009/11/25/18595698/ujian.nasional.jalan.terus..." target="_blank">Kompas.com</a>)</p><p style="text-align: justify;"><br /></p> <p style="text-align: justify;"><strong>5. Hasil UN Meningkat, Pemerintah Puas</strong></p> <p style="text-align: justify;">Pemerintah atau Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), melalui Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), mengaku merasa puas dengan hasil Ujian Nasional (UN) 2008/2009 yang secara nasional persentasenya mengalami kenaikan.(baca selengkapnya: <a href="http://www.diknas.go.id/headline.php?id=686" target="_blank">Diknas.go.id</a>)</p><p style="text-align: justify;"><br /></p> <p style="text-align: justify;"><strong>BERITA KONTRA UJIAN NASIONAL</strong></p> <p style="text-align: justify;"><strong>1. Press Realease dari Mahkamah Agung </strong></p> <p style="text-align: justify;">Mahkamah Agung menolak permohonan pemerintah terkait perkara ujian nasional, dalam perkara Nomor : 2596 K/Pdt/2008 dengan para pihak Negara RI cq Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono; Negara RI cq Wakil Kepala Negara, Wakil Presiden RI, M. Jusuf Kalla; Negara RI cq Presiden RI cq Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo; Negara RI cq Presiden RI cq Menteri Pendidikan Nasional cq Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan, Bambang Soehendro melawan <strong>Kristiono</strong>, dkk (selaku para termohon Kasasi dahulu para Penggugat/para Terbanding.(baca selengkapnya <a href="http://www.mahkamahagung.go.id/" target="_blank">Mahkamah Agung</a> )</p><p style="text-align: justify;"><br /></p> <p style="text-align: justify;"><strong>2. Pasca Putusan MA, Pemerintah Perlu Tinjau UN</strong></p> <p style="text-align: justify;">“… Dari segi hukum perlu diapresiasi, karena setidaknya putusan MA itu perlu dikritisi oleh pemerintah untuk benar-benar meninjau kembali UN, yang selama ini terjadi pemerintah tidak pernah melakukan itu,” ujar Dr Anita Lie, dosen di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unika WIdya Mandala Surabaya.</p><p style="text-align: justify;"><br /></p> <p style="text-align: justify;">“….Sementara itu, menurut Sekretaris Institute for Education Reform Universitas Paramadina Mohammad Abduhzen, ada hal lebih penting dari putusan MA tersebut, yaitu soal pemborosan. Abduh mengatakan, pemborosan terjadi akibat dikeluarkannya kebijakan UN ulang bagi siswa yang tidak lulus. “Dengan model yang seperti ini, UN sampai saat ini tidak memperlihatkan satu hal pun yang menyangkut soal peningkatan mutu anak didik,” ujarnya. Abduh menegaskan, kalau tidak dikritisi oleh masyarakat, kondisi yang terjadi akan terus begini. “UN itu tentu bisa diadakan, tetapi kalau sudah dilakukan perubahan pada kerangka pendidikan nasional yang bermutu secara menyeluruh, namun kenyataannya secara makro hal itu tidak ada sama sekali, tidak ada kompromi,” tambahnya. (Baca selanjutnya <a href="http://edukasi.kompas.com/read/xml/2009/11/25/14225165/pascaputusan.ma.pemerintah.perlu.tinjau.un" target="_blank">Kompas.com</a>)</p><p style="text-align: justify;"><br /></p> <p style="text-align: justify;"><strong>3. Putusan Kasasi UN Dirayakan dengan Tumpeng </strong></p> <p style="text-align: justify;">Peringatan Hari Guru di Bandung dirayakan dengan tumpengan oleh guru, siswa, dan masyarakat pemerhati pendidikan. Syukuran ini juga dilakukan terkait ditolaknya permohonan kasasi pemerintah mengenai ujian nasional oleh Mahkamah Agung. (Baca se;engkapnya <a href="http://edukasi.kompas.com/read/xml/2009/11/25/18195743/putusan.kasasi.un.dirayakan.dengan.tumpeng/">Kompas.Com</a> )</p><p style="text-align: justify;"><br /></p> <p style="text-align: justify;"><strong>4. Pemerintah Dinilai Langgar Hukum Jika Tetap Gelar Ujian Nasional</strong></p> <p style="text-align: justify;">Pemerintah dinilai melanggar hukum jika tetap menyelenggarakan Ujian Nasional tahun depan. Sebab, putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi yang diajukan pemerintah dianggap sudah final. (baca selengkapnya <a href="http://www.tempointeraktif.com/hg/pendidikan/2009/11/27/brk,20091127-210772,id.html" target="_blank">Tempointeraktif </a>)</p><p style="text-align: justify;"><br /></p> <p style="text-align: justify;"><strong>5. Guru Menuntut Ujian Nasional Dibatalkan</strong></p> <p style="text-align: justify;">Para guru yang tergabung dalam Forum Interaksi Guru Banyumas (Figurmas), Jumat (27/11), menuntut agar Ujian Nasional dibatalkan, menyusul keputusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi perkara UN yang diajukan pemerintah. (baca selengkapnya <a href="http://regional.kompas.com/read/xml/2009/11/27/14225498/guru.menuntut.ujian.nasional.dibatalkan" target="_blank">Kompas.Com </a>)</p><p style="text-align: justify;"><br /></p> <p style="text-align: justify;"><a href="http://www.detiknews.com/read/2009/11/26/203457/1249674/10/wakil-ketua-mpr-setuju-penghapusan-ujian-nasional"> </a><strong>6. Wakil Ketua MPR Setuju Penghapusan Ujian Nasional</strong></p> <p style="text-align: justify;">Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin meminta pemerintah menerima putusan MA yang membatalkan ujian nasional. Ketimpangan fasilitas pendidikan menjadikan pendidikan di Indonesia tidak pantas lagi distandarisasi secara nasional. <strong> </strong>(baca se;lanjutnya : <a href="http://www.detiknews.com/read/2009/11/26/203457/1249674/10/wakil-ketua-mpr-setuju-penghapusan-ujian-nasional">Detik News</a> )</p><p style="text-align: justify;"><br /></p> <p style="text-align: justify;"><strong>7. Mahasiswa Demo Minta Ujian Nasional Dihapus</strong></p> <p style="text-align: justify;">Aliansi Mahasiswa Peduli Pendidikan (AMPP) Polewali Mandar, Sulawesi Barat, melakukan aksi unjuk rasa di kantor dinas pendidikan setempat. Dalam orasinya para mahasiswa mendesak pemerintah dan dinas pendidikan untuk bertanggung jawab dengan bobroknya pelaksanaan ujian nasional tahun ini. <strong> </strong>(baca se;lanjutnya : <a href="http://berita.liputan6.com/sosbud/200906/234586/Mahasiswa.Demo.Minta.Ujian.Nasional.Dihapus" target="_blank">Liputan6.com</a>)</p><p style="text-align: justify;"><br /></p> <p style="text-align: justify;"><strong>8. Tolak UN, BEM Universitas Palangkaraya Demo</strong></p> <p style="text-align: justify;">Puluhan mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Palangkaraya berdemo di halaman Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Tengah. Mereka menolak ujian nasional sebagai standar kelulusan. (baca se;lanjutnya:<a href="http://www.kompas.com/read/xml/2009/01/22/10373429/tolak.un.bem.universitas.palangkaraya.demo" target="_blank"> Kompas.com</a>)</p><p style="text-align: justify;"><br /></p> <p style="text-align: justify;"><strong>BERITA “KORBAN” UJIAN NASIONAL</strong></p> <p style="text-align: justify;"><strong>1. Peserta UN Dicampur, Guru Bingung</strong></p> <p style="text-align: justify;">… Kebijakan mencampur peserta UN itu membingungkan pihak sekolah, guru, dan siswa. Apalagi hingga saat ini kepastian soal perubahan-perubahan teknis dalam pelaksanaan UN belum juga disampaikan secara resmi ke sekolah.Sejumlah pimpinan sekolah dari berbagai daerah, Rabu (25/11), mengatakan, rencana mencampur peserta UN menambah beban psikologis pelajar. (baca selengkapnya: <a href="http://edukasi.kompas.com/read/xml/2009/11/26/05392826/peserta.un.2010.dicampur.guru.bingung"> Kompas. com</a>)</p><p style="text-align: justify;"><br /></p> <p style="text-align: justify;"><strong>2. Kisah Pahit Para Korban Ujian Nasional </strong></p> <p style="text-align: justify;">Ujian nasional digugat. Ujian sebagai standarisasi kelulusan itu dianggap mengabaikan prestasi yang dibina anak didik selama bertahun-tahun. Banyak siswa berprestasi tidak lulus hanya lantaran gagal dalam ujian nasional. Seperti yang dialami Siti Hapsah pada 2006. Mimpinya kuliah di Institut Pertanian Bogor sirna gara-gara ujian ujian nasional. Ia dinyatakan tak lulus ujian nasional lantaran nilainya kurang 0,26. (baca selengkapnya <a href="http://nasional.vivanews.com/news/read/109308-kisah_pahit_para_korban_ujian_nasional" target="_blank">VivaNews</a>)</p><p style="text-align: justify;"><br /></p> <p style="text-align: justify;"><strong>3. Pelajar Alami Gangguan Jiwa Hadapi UN {Video)</strong></p> <p style="text-align: justify;">Seorang siswi kelas 3 SMP Negeri 4 Kendari, Sulawesi Tenggara mengalami gangguan jiwa setelah terlalu banyak belajar menghadapi ujian nasional. (baca selengkapnya <a href="http://video.vivanews.com/read/4493-pelajar_alami_gangguan_jiwa_hadapi_un_1" target="_blank">VivaNews</a>)</p><p style="text-align: justify;"><br /></p> <p style="text-align: justify;"><strong>4. Bunuh Diri Karena Tak Lulus UN</strong></p> <p style="text-align: justify;">Gara-gara tak lulus ujian nasional (UN) SMA, seorang pemuda nekat bunuh diri. Diduga karena tak kuat menahan beban psikis, Tri Sulistiono (21) memilih mengakhiri hidupnya dengan cara melompat ke dalam sumur. (baca selengkapnya <a href="http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2009/06/25/69530/Bunuh.Diri.karena.Tak.Lulus.UN">Suara Merdeka</a>)</p><p style="text-align: justify;"><br /></p> <p style="text-align: left;"><strong>5. Mengurung diri setelah gagal UN, Edy akhirnya bunuh diri </strong></p> <p style="text-align: justify;">Edi Hartono (19), aib karena gagal UN masih terus terasa menyesakkan. Setelah mengurung diri di rumah neneknya, mantan siswa SMA di Besuki itu akhirnya bunuh diri. (baca selengkapnya: <a href="http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/01/18165596/mengurung.diri.setelah.gagal.un.edy.akhirnya.bunuh.diri" target="_blank">Kompas. com)</a></p><p style="text-align: justify;"><a href="http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/01/18165596/mengurung.diri.setelah.gagal.un.edy.akhirnya.bunuh.diri" target="_blank"><br /></a><a href="http://buser.liputan6.com/berita/200606/124929/Gagal.UN.Siswi.SMP.Mencoba.Bunuh.Diri" target="_blank"> </a></p> <p style="text-align: left;"><strong>6. Gagal UN, Siswi SMP Mencoba Bunuh Diri </strong></p> <p style="text-align: justify;">Hasil ujian nasional sekolah menengah pertama nyaris membawa korban jiwa di Banyuwangi, Jawa Timur, belum lama ini. Ida Safitri, siswi SMPK Santo Yusuf, mencoba bunuh diri dengan menenggak puluhan pil tanpa merek karena gagal lulus. Beruntung nyawa korban dapat diselamatkan setelah pihak keluarga segera membawanya ke rumah sakit. (baca selengkapnya:<a href="http://buser.liputan6.com/berita/200606/124929/Gagal.UN.Siswi.SMP.Mencoba.Bunuh.Diri" target="_blank"> Liputan6.com)</a></p><p style="text-align: justify;"><a href="http://buser.liputan6.com/berita/200606/124929/Gagal.UN.Siswi.SMP.Mencoba.Bunuh.Diri" target="_blank"><br /></a></p> <p style="text-align: justify;"><strong>7. Siswa SMK Coba Bunuh Diri, Diduga Karena Tak Bisa Ikut UN</strong></p> <p style="text-align: justify;">Ujian Nasional (UN) adalah segalanya bagi seorang siswa. Diduga karena stres tidak bisa ikut UN, Hendrik Irawan (19) nekat minum racun serangga. Beruntung nyawanya bisa diselamatkan. (baca selengkapnya : <a href="http://www.detiknews.com/read/2007/04/18/165336/769309/10/siswa-smk-coba-bunuh-diri-diduga-karena-tak-bisa-ikut-un" target="_blank">DetikNews.com</a>)</p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;">Sumber : http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/11/28/inilah-aneka-berita-seputar-pro-kontra-kebijakan-ujian-nasional/#more-7213</p><p style="text-align: justify;"><br /></p><br /></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6232954082946170350.post-10093795533808840082009-12-07T10:09:00.000+07:002009-12-07T10:10:35.026+07:00OPINI<div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">Guru Masa Depan</span><br /></div><br /><div style="text-align: center;">Herpratiwi<br /><br />Dosen FKIP Universitas Lampung<br /></div><br /><div style="text-align: justify;">Tulisan ini merupakan hasil perpaduan antara oleh-oleh yang penulis dapat dari hasil pertemuan organisasi profesi Ikatan Pengembang Teknologi Pendidikan Indonesia (IPTPI) minggu yang lalu dan ketika selama dua bulan terakhir bertemu dengan guru-guru sekolah dasar yang tidak lulus sertifikasi guru melalui jalur portofolio, pada saat mereka mengikuti PLPG. Dan tulisan ini penulis persembahkan khusus kepada "guru" dalam rangka ulang tahun PGRI.<br /><br />Selama membantu guru memahami materi dikegiatan PLPG, sebagian besar terlihat pasrah, kurang memiliki daya juang dan kalau boleh penulis sebut ogah-ogahan. Kalau dikaji dengan seksama, dengan sikap yang kurang positif, yang mungkin disebabkan oleh rendahnya penghayatan profesi atau memang kemampuan kognitifnya yang rendah, sangat memprihatinkan.<br /><br />Bagaimana mereka bisa berapresiasi dan terinspirasi untuk mengarah pada kinerja yang tinggi. Karena sampai sekarang sikap merupakan kunci sukses seseorang untuk melakoni suatu profesi. Atau dalam bahasa ilmiah sikap mempunyai hubungan yang positif, erat dan signifikan terhadap profesi. Jika seseorang memiliki sikap positif terhadap profesi yang ia geluti, maka faktor lain baik pengetahuan dan keterampilan akan gampang diraih. Sebaliknya jika seseorang memiliki sifat negatif, akan sulit mencapai pengetahuan dan keterampilan yang ia inginkan.<br /><br />Sikap menunggu, menunggu, dan menunggu. Fenomena ini yang sering ditemukan pada diri sebagian besar guru. Menunggu perintah, menunggu petunjuk, dan takut berbuat salah. Jarang di antara mereka yang berani untuk membuat teori, mengemukakan ide kreatifnya, padahal mereka semua memiliki potensi tersebut. Tidak berani mengaplikasikan suatu teori tanpa ada dukungan dan restu dari atasan. Tidak berani mencoba sesuatu yang baru kalau tidak bersama-sama dengan teman. Kondisi ini seharusnya tidak ditemukan pada sosok yang namanya guru. Mengapa? Karena guru adalah manusia yang harus memiliki sikap mandiri dan orang yang tidak pernah berhenti berpikir. Karena guru masa depan adalah guru yang berilmu dan humanis.<br /><br />Ya, guru harus berilmu, karena setiap hari dituntut untuk selalu mengembangkan apa yang sudah ia kuasai. Guru harus selalu meng-up date®MDBU¯ pengetahuan yang sudah dimiliki dengan berbagai cara, tidak kenal tempat dan dengan siapa pun, melalui berbagai sumber belajar, mengikuti kajian-kajian ilmiah, mengkritisi isu-isu kekinian.<br /><br />Di abad yang bernapaskan serbateknologi, guru semakin dipermudah untuk mengakses informasi. Jadi tidak ada alasan tidak ada buku di perpustakaan, tidak ada waktu untuk membaca, tidak ada uang untuk membeli buku, untuk berbagi dengan teman sejawat dan lainnya.<br /><br />Guru yang berilmu akan menjadi guru yang humanis. Karena dengan ilmunya guru akan memberi pelayanan kepada anak secara humanis juga. Guru memandang anak sebagai manusia yang dapat diajak diskusi, berpikir, dan berdialog, Bukan menganggap anak sebagai objek yang sekadar dapat dibentuk menurut kemauan guru.<br /><br />Humanisasi, itulah yang semua anak didik inginkan pada saat bertemu dengan gurunya di sekolah. Karena dengan humanisasi semua ide, perasaan, pikiran dan kreativitas anak akan mendapat wadah yang pas untuk beraktualisasi.<br /><br />Tetapi salahkah mereka? Adalah pandangan penulis, bahwa kondisi itu tidak sepenuhnya guru yang salah. Karena mereka adalah produk dari usaha pendidikan yang katanya bertujuan untuk pemberdayaan dan pembudayaan manusia. Kemandiriannya kurang dan malas berpikir karena sudah terkondisi secara sistematis. Malahan banyak pemerhati pendidikan yang menyebutkan bahwa pendidikan di Indonesia sudah menjadi pusat "pembodohan yang tersistematisasi".<br /><br />Pendidikan sudah mematikan kreativitas dan keberanian anak didik. Guru selalu menginginkan anak didiknya dapat menjawab dengan benar dan sesuai dengan kunci terhadap pertanyaan yang ia ajukan. Guru tidak mau direpotkan oleh jawaban yang heterogen dari anak didiknya. Ada ketakutan dari guru, jika terjadi perdebatan di kelas. Padahal inilah yang seharusnya dinanti oleh seorang guru yang "berilmu dan humanis", yang notabene juga harus melahirkan anak-anak yang berilmu dan humanis pula. Guru dikatakan berhasil jika di dalam pembelajaran terjadi perbedaan pendapat terhadap jawaban pertanyaan dan masalah yang diajukan. Anak tidak hanya datang, duduk, dan dengar di kelas. Tetapi anak akan bebas mengeluarkan ide, gagasan dan pendapat dalam suasana yang menyenangkan, seperti suasana yang ia alami sebelum anak berada di sekolah.<br /><br />Bagaimanapun juga, kemandirian dan tetap terus berpikir agar berilmu dan humanis, merupakan salah satu sikap yang harus dimiliki oleh pribadi seorang guru, walaupun sistem tidak mendukung. Hendaknya guru mempunyai kemauan untuk membuat rencana tentang apa yang akan didiskusikan dengan anak didiknya, sehingga hari-harinya selalu penuh tantangan dan harapan. Jangan menjiplak rencana pembelajaran teman, harus berani self actualization. Jangan hanya sampai pada physiological needs. Jangan sampai terjadi hari esuk dan yang akan datang sama dengan hari kemarin.<br /><br />Guru harus berani duduk sejajar dengan profesi lain dengan tetap selalu memikirkan apa yang akan dilakukan hari esuk demi usahanya membudayakan dan memberdayakan anak didik. Harus berani tampil beda, protect terhadap virus malas belajar, virus erosi idealisme, virus rutinitas dan virus kurang percaya diri. Kalau virus ini tidak menyerang, akan muncul perpaduan antara work, leisure, dan learning. Dan akan diikuti oleh nilai-nilai yang lain.... Selamat ulang tahun PGRI.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6232954082946170350.post-76040373538389692009-08-09T19:55:00.005+07:002009-08-09T20:04:59.565+07:00Konsep-Konsep Psikologi<div id="post-607" class="post-607 post hentry category-psikologi-pendidikan tag-artikel tag-berita tag-bimbingan-dan-konseling tag-ktsp tag-makalah tag-opini tag-pendidikan tag-psikologi-pendidikan tag-umum"> <div class="entry-head"> <h3 class="entry-title"><a href="http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/23/psikoanalisis/" rel="bookmark" title="Tautan Tetap ke "Psikoanalisis"">1. Psikoanalisis</a></h3><small class="entry-meta">Tags: <a href="http://id.wordpress.com/tag/artikel/" rel="tag">artikel</a>, <a href="http://id.wordpress.com/tag/berita/" rel="tag">berita</a>, <a href="http://id.wordpress.com/tag/bimbingan-dan-konseling/" rel="tag">bimbingan dan konseling</a>, <a href="http://id.wordpress.com/tag/ktsp/" rel="tag">KTSP</a>, <a href="http://id.wordpress.com/tag/makalah/" rel="tag">makalah</a>, <a href="http://id.wordpress.com/tag/opini/" rel="tag">opini</a>, <a href="http://id.wordpress.com/tag/pendidikan/" rel="tag">pendidikan</a>, <a href="http://id.wordpress.com/tag/psikologi-pendidikan/" rel="tag">psikologi pendidikan</a>, <a href="http://id.wordpress.com/tag/umum/" rel="tag">umum</a><br /><br /> </small> <!-- .entry-meta --> </div> <!-- .entry-head --> <div class="entry-content"> <div class="snap_preview"><p style="text-align: justify;">Psikonaliasis disebut-sebut sebagai kekuatan pertama dalam aliran psikologi. Aliran ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1890-an oleh<span> </span>Simund Freud, seorang ahli neurologi yang berhasil menemukan cara-cara pengobatan yang efektif<span> </span>bagi pasien-pasien yang mengalami gangguan gejala neurotik dan histeria melalui teknik pengobatan eksperimental yang disebut <em>abreaction,</em> sebuah kombinasi antara teknik hipnotis dengan katarsis, yang dia pelajari dari senior sekaligus sahabatnya, Dr. Josef Breuer. Bersama-sama dengan Breuer, Freud menangani pasien-pasien dengan gangguan histeria yang menjadi bahan bagi tulisannya, :”<em>Studies in Histeria”.</em><span> </span>Kerjasamanya dengan Jean Martin Charcot, dokter syaraf terkenal di Perancis, dia banyak menggali tentang<span> </span>gejala-gejala psikosomatik dari pasien-pasien yang mengalami gangguan seksual.</p><p style="text-align: justify;"><br /></p> <p style="text-align: justify;">Freud berhasil mengembangkan teori kepribadian yang membagi struktur mind ke dalam tiga bagian yaitu : <em>consciousness</em> (alam sadar), <em>preconsciousness (</em>ambang sadar<em>)</em> dan <em>unconsciousness </em>(alam bawah sadar). Dari ketiga aspek kesadaran, <em>unconsciousness</em> adalah yang paling dominan dan paling penting dalam menentukan perilaku manusia (analoginya dengan gunung es). Di dalam <em>unsconscious</em> tersimpan ingatan masa kecil, energi psikis yang besar dan instink. <em>Preconsciousness</em> berperan sebagai jembatan antara <em>conscious</em> dan <em>unconscious</em>, berisi ingatan atau ide yang dapat diakses kapan saja. <em>Consciousness</em> hanyalah bagian kecil dari mind, namun satu-satunya bagian yang memiliki kontak langsung dengan realitas. Freud mengembangkan konsep struktur mind tersebut dengan mengembangkan “<em>mind</em> <em>apparatus”</em>, yaitu yang dikenal dengan struktur kepribadian Freud dan menjadi konstruknya yang terpenting, yaitu <em>id</em>, <em>ego</em> dan <em>super</em> <em>ego</em>. <em>Id </em>adalah struktur paling mendasar dari kepribadian, seluruhnya tidak disadari dan bekerja menurut prinsip kesenangan, tujuannya pemenuhan kepuasan yang segera. <em>Ego </em>berkembang dari <em>id</em>, struktur kepribadian yang mengontrol kesadaran dan mengambil keputusan atas perilaku manusia. <em>Superego</em>, berkembang dari ego saat manusia mengerti nilai baik buruk dan moral. <em>Superego</em> merefleksikan nilai-nilai sosial dan menyadarkan individu atas tuntuta moral. Apabila terjadi pelanggaran nilai, <em>superego</em> menghukum <em>ego</em> dengan menimbulkan rasa salah. <em>Ego </em>selalu menghadapi ketegangan antara tuntutan <em>id</em> dan <em>superego</em>. Apabila tuntutan ini tidak berhasil diatasi dengan baik, maka <em>ego</em> terancam dan muncullah kecemasan (<em>anxiety</em>). Dalam rangka menyelamatkan diri dari ancaman, <em>ego</em> melakukan reaksi defensif /pertahanan diri. Hal ini dikenal sebagai <em>defense mecahnism</em> yang jenisnya bisa bermacam-macam, seperti : identifikasi, proyeksi, fiksasi, agesi regresi, represi.</p><p style="text-align: justify;"><br /></p> <p style="text-align: justify;">Pemikiran Psikoanalisis dari Freud semakin<span> </span>terus berkembang, Alfred Adler (1870-1937), sebagai pengikut Freud yang berhasil mengembangkan teorinya sendiri yang disebut dengan<span> </span><em>Individual Psychology. </em>Konsep utama Adler adalah <em>organ inferiority</em>. Berangkat dari teorinya tentang adanya <em>inferiority</em> karena kekurangan fisik yang berusaha diatasi manusia, ia memperluas teorinya dengan menyatakan bahwa perasaan inferior adalah universal. Setiap manusia pasti punya perasaan inferior karena kekurangannya dan berusaha melakukan kompensasi atas perasaan ini. Kompensasi ini bisa dalam bentuk menyesuaikan diri ataupun membentuk pertahanan yang memungkinkannya mengatasi kelemahan tersebut. Selanjutnya, Adler juga membahas tentang <em>striving for superiority</em>, yaitu dorongan untuk mengatasi <em>inferiority</em> dengan mencapai keunggulan. Dorongan ini sifatnya bawaan dan merupakan daya penggerak yang kuat bagi individu sepanjang hidupnya. Adanya <em>striving for superiority</em> menyebabkan manusia selalu berkembang ke arah kesempurnaan. Teorinya ini yang membuat Adler memiliki pandangan lebih optimis dan positif terhadap manusia serta lebih berorientasi ke masa depan dibandingkan Freud yang lebih berorientasi ke masa lalu.</p><p style="text-align: justify;"><br /></p> <p style="text-align: justify;">Carl Gustav Jung (1875-1961), salah seorang murid Freud yang kemudian berhasil mengembangkan teorinya sendiri yang disebut <em>Analytical Psychology.</em><span> </span>Jung menekankan pada aspek ketidakadaran dengan konsep utamanya, <em>collective unconscious</em>. Konsep ini sifatnya transpersonal, ada pada seluruh manusia. Hal ini dapat dibuktikan melalui struktur otak manusia yang tidak berubah. <em>Collective unconscious</em> terdiri dari jejak ingatan yang diturunkan dari generasi terdahulu, cakupannya sampai pada masa pra-manusia. Misalnya, cinta pada orangtua, takut pada binatang buas,dan lain-lain. <em>Collective</em> <em>unconscious</em> ini menjadi dasar kepribadian manusia karena didalamnya terkandung nilai dan kebijaksanaan yang dianut manusia. Ide-ide yang diturunkan atau <em>primordial</em> <em>images</em> disebut sebagai archetype, yang terbentuk dari pengalaman yang berulang dalam kurun waktu yang lama. Ada beberapa <em>archetype</em> mendasar pada manusia, yaitu persona, anima, <em>shadow</em>, <em>self</em>. <em>Archetype</em> inilah yang menjadi isi <em>collective unconsciousness</em>. (<span>Hana Panggabean, 2007, </span><span><span>http://rumahbelajarpsikologi.com</span></span>)</p><p style="text-align: justify;"><br /></p> <p style="text-align: justify;"><span>Hingga saat ini di Amerika Serikat tercatat sekitar 35 lembaga pelatihan Psikoanalisis yang telah terakreditasi oleh American Psychoanalytic Association<span> </span>dan terdapat lebih dari 3.000 lulusannya yang menjalankan praktik psikoanalisis. Pemikiran psikoanalisis tidak hanya berkembang di Amerika di hampir seluruh belahan Eropa dan belahan dunia lainnya.</span></p><p style="text-align: justify;"><span><br /></span></p> <p style="text-align: justify;"><span>Beberapa teori yang dihasilkan dari kalangan psikoanalisis, diantaranya : (1) teori konflik; (2) psikologi ego; (3) teori hubungan-hubungan objek; (4) teori struktural; dan sebagainya.</span></p><p style="text-align: justify;"><span><br /></span></p> <p style="text-align: justify;"><span>Terlepas dari kontroversi yang menyertainya, psikoanalisis merupakan salah satu aliran psikologi yang telah berhasil menguak sisi kehidupan manusia yang tidak bisa diamati secara inderawi. Psikoanalisis telah mengantarkan pelopornya, yaitu Sigmund Freud sebagai salah satu tokoh psikologi yang paling populer di Amerika pada abad ke-20.</span></p><br /><div class="entry-head"> <h3 class="entry-title"><a href="http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/08/behaviorisme/" rel="bookmark" title="Tautan Tetap ke "Behaviorisme"">2. Behaviorisme</a></h3><br /><div style="text-align: justify;">Behaviorisme merupakan salah satu aliran psikologi yang meyakini bahwa untuk mengkaji perilaku individu harus dilakukan terhadap setiap aktivitas individu yang dapat diamati, bukan pada peristiwa hipotetis yang terjadi dalam diri individu.<span> </span>Oleh karena itu, penganut aliran behaviorisme menolak keras<span> </span>adanya aspek-aspek kesadaran atau mentalitas dalam individu. <span id="more-874"></span>Pandangan ini sebetulnya sudah berlangsung lama sejak<span> </span>jaman Yunani Kuno, ketika psikologi masih dianggap bagian dari kajian filsafat. Namun kelahiran behaviorisme sebagai aliran psikologi formal diawali oleh J.B. Watson pada tahun 1913 yang menganggap psikologi sebagai bagian dari ilmu kealaman yang eksperimental dan obyektif, oleh sebab itu psikologi harus menggunakan metode empiris, seperti : observasi, conditioning, testing, dan verbal reports<span>.<br /><br /></span></div></div> <!-- .entry-head --> <p style="text-align: justify;">Teori utama dari Watson yaitu konsep stimulus dan respons (S-R) dalam psikologi. Stimulus adalah segala sesuatu obyek yang bersumber dari lingkungan. Sedangkan respon adalah segala aktivitas sebagai jawaban terhadap stimulus, mulai dari tingkat sederhana hingga tingkat tinggi. Watson tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu perilaku dan perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga unsur lingkungan sangat penting. Pemikiran Watson menjadi dasar bagi para penganut behaviorisme berikutnya.</p><p style="text-align: justify;"><br /></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Teori-teori yang dikembangkan oleh kelompok behaviorisme terutama banyak dihasilkan melalui berbagai eksperimen terhadap binatang. Berikut ini disajikan beberapa teori penting yang dihasilkan oleh kelompok behaviorisme:</p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><br /></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><strong>1. Connectionism ( S-R Bond)<span> </span>menurut Thorndike.</strong></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum<span> </span>belajar, diantaranya:</p> <ul style="text-align: justify;"><li>Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons<span> </span>menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula<span> </span>hubungan<span> </span>yang terjadi antara Stimulus- Respons.</li><li>Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.</li><li>Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan<span> </span>semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.</li></ul> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><strong>2. Classical Conditioning<span> </span>menurut Ivan Pavlov</strong></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum<span> </span>belajar, diantaranya :</p> <ul style="text-align: justify;"><li>Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.</li><li>Law of Respondent Extinction<span> </span>yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.</li></ul> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><strong>3. Operant<span> </span>Conditioning<span> </span>menurut B.F. Skinner</strong></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum<span> </span>belajar, diantaranya :</p> <ul style="text-align: justify;"><li>Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.</li><li>Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning<span> </span>itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.</li></ul> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons<span> </span>dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah<span> </span>stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons<span> </span>tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.</p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><br /></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><strong>4. Social Learning<span> </span>menurut Albert Bandura</strong></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya,<span> </span>Bandura<span> </span>memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana<span> </span>yang perlu dilakukan.</p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><br /></p><div class="entry-head"> <h3 class="entry-title"><a href="http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/29/psikologi-humanistik/" rel="bookmark" title="Tautan Tetap ke "Psikologi Humanistik"">3.Psikologi Humanistik</a></h3><div style="text-align: justify;"><small class="entry-meta"><span class="chronodata"></span></small>Psikologi humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, dengan akar pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan. Pada akhir tahun 1950-an, para ahli psikologi, seperti : Abraham Maslow, Carl Rogers dan Clark Moustakas mendirikan sebuah asosiasi profesional yang berupaya mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti tentang : self (diri), aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakikat, individualitas dan sejenisnya.<span id="more-620"></span><br /><br /></div></div> <!-- .entry-head --> <p style="text-align: justify;"> Kehadiran psikologi humanistik muncul sebagai reaksi atas aliran psikoanalisis dan behaviorisme serta dipandang sebagai “kekuatan ketiga “ dalam aliran psikologi. Psikoanalisis dianggap sebagai kekuatan pertama dalam psikologi yang awal mulanya datang dari psikoanalisis ala Freud yang berusaha memahami tentang kedalaman psikis manusia yang dikombinasikan dengan kesadaran pikiran guna menghasilkan kepribadian yang sehat. Kelompok psikoanalis berkeyakinan bahwa perilaku manusia dikendalikan dan diatur oleh kekuatan tak sadar dari dalam diri.<br /></p><p style="text-align: justify;"><br /></p> <p style="text-align: justify;">Kekuatan psikologi yang kedua adalah behaviorisme yang dipelopori oleh Ivan Pavlov dengan hasil pemikirannya tentang refleks yang terkondisikan. Kalangan Behavioristik meyakini bahwa semua perilaku dikendalikan oleh faktor-faktor eksternal dari lingkungan.</p><p style="text-align: justify;"><br /></p> <p style="text-align: justify;">Dalam mengembangkan teorinya, psikologi humanistik sangat memperhatikan tentang dimensi manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya secara manusiawi dengan menitik-beratkan pada kebebasan individu untuk mengungkapkan pendapat dan menentukan pilihannya, nilai-nilai, tanggung jawab personal, otonomi, tujuan dan pemaknaan. Dalam hal ini, James Bugental (1964) mengemukakan tentang 5 (lima) dalil utama dari psikologi humanistik, yaitu: (1) keberadaan manusia tidak dapat direduksi ke dalam komponen-komponen; (2) manusia memiliki keunikan tersendiri dalam berhubungan dengan manusia lainnya; (3) manusia memiliki kesadaran akan dirinya dalam mengadakan hubungan dengan orang lain; (4) manusia memiliki pilihan-pilihan dan dapat bertanggung jawab atas pilihan-pilihanya; dan (5) manusia memiliki kesadaran dan sengaja untuk mencari makna, nilai dan kreativitas.</p><p style="text-align: justify;"><br /></p> <p style="text-align: justify;">Terdapat beberapa ahli psikologi yang telah memberikan sumbangan pemikirannya terhadap perkembangan psikologi humanistik. Sumbangan Snyggs dan Combs (1949) dari kelompok fenomenologi yang mengkaji tentang persepsi. Dia percaya bahwa seseorang akan berperilaku sejalan dengan apa yang dipersepsinya. Menurutnya, bahwa realitas bukanlah sesuatu yang yang melekat dari kejadian itu sendiri, melainkan dari persepsinya terhadap suatu kejadian.</p><p style="text-align: justify;"><br /></p> <p style="text-align: justify;">Dari pemikiran Abraham Maslow (1950) yang memfokuskan pada kebutuhan psikologis tentang potensi-potensi yang dimiliki manusia. Hasil pemikirannya telah membantu guna memahami tentang motivasi dan aktualisasi diri seseorang, yang merupakan salah satu tujuan dalam pendidikan humanistik. Morris (1954) meyakini bahwa manusia dapat memikirkan tentang proses berfikirnya sendiri dan kemudian mempertanyakan dan mengoreksinya. Dia menyebutkan pula bahwa setiap manusia dapat memikirkan tentang perasaan-persaannya dan juga memiliki kesadaran akan dirinya. Dengan kesadaran dirinya, manusia dapat berusaha menjadi lebih baik. Carl Rogers berjasa besar dalam mengantarkan psikologi humanistik untuk dapat diaplikasian dalam pendidikan. Dia mengembangkan satu filosofi pendidikan yang menekankan pentingnya pembentukan pemaknaan personal selama berlangsungnya proses pembelajaran dengan melalui upaya menciptakan iklim emosional yang kondusif agar dapat membentuk pemaknaan personal tersebut. Dia memfokuskan pada hubungan emosional antara guru dengan siswa.</p><p style="text-align: justify;"><br /></p> <p style="text-align: justify;">Berkenaan dengan epistemiloginya, teori-teori humanistik dikembangkan lebih berdasarkan pada metode penelitian kualitatif yang menitik-beratkan pada pengalaman hidup manusia secara nyata (Aanstoos, Serlin & Greening, 2000). Kalangan humanistik beranggapan bahwa usaha mengkaji tentang mental dan perilaku manusia secara ilmiah melalui metode kuantitatif sebagai sesuatu yang salah kaprah. Tentunya hal ini merupakan kritikan terhadap kalangan kognitivisme yang mengaplikasikan metode ilmiah pendekatan kuantitatif dalam usaha mempelajari tentang psikologi.</p><p style="text-align: justify;"><br />Sebaliknya, psikologi humanistik pun mendapat kritikan bahwa teori-teorinya tidak mungkin dapat memfalsifikasi dan kurang memiliki kekuatan prediktif sehingga dianggap bukan sebagai suatu ilmu (Popper, 1969, Chalmers, 1999).</p><p style="text-align: justify;"><br /></p> <p style="text-align: justify;">Hasil pemikiran dari psikologi humanistik banyak dimanfaatkan untuk kepentingan konseling dan terapi, salah satunya yang sangat populer adalah dari Carl Rogers dengan client-centered therapy, yang memfokuskan pada kapasitas klien untuk dapat mengarahkan diri dan memahami perkembangan dirinya, serta menekankan pentingnya sikap tulus, saling menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas konselor hanya membimbing klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers, teknik-teknik asesmen dan pendapat para konselor bukanlah hal yang penting dalam melakukan treatment atau pemberian bantuan kepada klien.</p><p style="text-align: justify;"><br />Selain memberikan sumbangannya terhadap konseling dan terapi, psikologi humanistik juga memberikan sumbangannya bagi pendidikan alternatif yang dikenal dengan sebutan pendidikan humanistik (humanistic education). Pendidikan humanistik berusaha mengembangkan individu secara keseluruhan melalui pembelajaran nyata. Pengembangan aspek emosional, sosial, mental, dan keterampilan dalam berkarier menjadi fokus dalam model pendidikan humanistik ini.</p> <p style="text-align: justify;">Sumber :<br />Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja. </p> <p style="text-align: justify;">http://en.wikipedia.org/wiki/Humanistic_education</p> <p style="text-align: justify;">http://en.wikipedia.org/wiki/Humanistic_psychology</p> <p style="text-align: justify;">http://rumahbelajarpsikologi.com</p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><br /></p><p style="text-align: justify;"> </p></div></div></div><!-- #primarycontent .hfeed --> <!-- #current-content --> <!-- #primary -->Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6232954082946170350.post-6564584686981405772009-08-01T09:45:00.000+07:002009-08-01T10:19:51.949+07:00PARA TOKOH PSIKOLOGI<div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">TEORI-TEORI TOKOH PSIKOLOGI</span><br /><br /></div><div style="text-align: justify;">Mempelajari ilmu psikologi tentu belum terasa lengkap tanpa mengenal para tokoh yang menjadi pendiri atau yang mempelopori berbagai teori psikologi yang digunakan saat ini. Sapalagi bagi pembaca blog ini adalah mayoritas calon Guru BK/ Konselor, yang tentunya sudah wajib untuk mengetahui para tokoh-tokoh Psikologi, untuk itu kami mencoba untuk menguraikan riwayat singkat para tokoh psikologi dan hasil karya mereka.<br /></div><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 102, 102);">1. Wilhelm Wundt (1832 - 1920)</span><br /><div style="text-align: justify;"> Wilhelm<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixyhggPn_aB1YlITgVzLwryAiYVf98gzYfCmlU00PRU-MalEGKMhHo2P97zMvhuY5dhkn8MII823vbTy75KHKDArSbObuuWCbstqGLDoMfeHHFPwcKDmFS8pANz49wWqOuUauHalu3JIi6/s1600-h/Wilhelm+Wundt.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 114px; height: 164px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixyhggPn_aB1YlITgVzLwryAiYVf98gzYfCmlU00PRU-MalEGKMhHo2P97zMvhuY5dhkn8MII823vbTy75KHKDArSbObuuWCbstqGLDoMfeHHFPwcKDmFS8pANz49wWqOuUauHalu3JIi6/s200/Wilhelm+Wundt.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5364828263916667362" border="0" /></a> Wundt (1832-1920) dilahirkan di Neckarau, Baden, Jerman, dari keluarga intelektual. Ia menamatkan studi kesarjanaannya dan memperoleh gelar doktor di bidang kedokteran dan tertarik pada riset-riset fisiologis. Ia melakukan penelitian di bidang psikofisik bersama-sama dengan Johannes Mueller an Hermann von Helmholtz. Karya utamanya pada masamasa ini adalah Grundzuege der Physiologischen Psychologie (Principles of physiological psychology) pada tahun 1873-1874. Wundt memperoleh posisi sebagai professor dan mengajar di Universitas Leipzig dimana ia mendirikan Psychological Institute. Laboratorium psikologi didirikan pada tahun 1879, menandai berdirinya psikologi sebagai sebuah disiplin ilmu ilmiah. Di awal berdirinya laboratorium ini, Wundt membiayainya dari kantongnya sendiri sebagai sebuah usaha privat. Setelah tahun 1885, lab ini baru diakui oleh universitas dan secara resmi didanai oleh universitas. Laboratorium ini berkembang dengan pesat sebelum akhirnya gedungnya hancur dalam PD2.<br /></div><br /><div style="text-align: justify;">Pada awalnya, Wundt menggolongkan bahwa mind mencakup proses-proses ketidaksadaran / unconciousness (sebagai karakteristik dari soul). Metode eksperimen adalah jalan untuk membawa penelitian tentang mind dari level kesadaran (consciousness) kepada proses-proses yang tidak sadar. Dengan kata lain, metode eksperimen adalah cara untuk membawa mind ke dalam batas-batas ruang lingkup natural science yang obyektif dan empiris.Dalam perkembangannya, Wundt mengakui bahwa metode eksperimental dalam psikologi fisiologi sangat kuat untuk menggali elemen-elemen soul yang mendasar (misalnya persepsi, emosi, dll). Namun di atas fenomena-fenomena mendasar ini masih ada proses-proses mental yang lebih tinggi (higher mental process) yang mengintegrasikan fenomena dasar tsb. Higher mental process ini muncul dalam bentuk kreativitas mental dan menjadi kekuatan sebuah peradaban dan bersifat abadi, yaitu : bahasa, mitos, custom, budaya. Pada tahap ini Wundt membatasi fungsi soul hanya pada tahap kesadaran. Proses-proses ketidaksadaran tidak lagi<br /></div>menjadi fokus dari ‘study of the mind’.<br /><br /><div style="text-align: justify;">Fokus studi Wundt dapat dilihat melalui dua karya besarnya, Principles of Physiological Psychology dan Voelkerpsychologie. Principles of Physiological Psychology, dalam karyanya ini Wundt memfokuskan pada hasil-hasil eksperimennya tentang ingatan, emosi, dan abnormalitas kesadaran. Hasil eksperimen tentang ingatan akan simple ideas menghasilkan jumlah ide sederhana yang dapat disimpan dalam ingatan manusia (mind), fakta bahwa ide yang bermakna akan lebih diingat daripada yang muncul secara random, serta karakteristik dari kesadaran manusia yang bersifat selektif. Konsep penting yang muncul adalah apperception, suatu bentuk operasi mental yang mensintesakan elemen mental menjadi satu kesatuan utuh, juga berpengaruh dalam proses mental tinggi seperti analisis dan judgement. Studi Wundt tentang emosi dan feelings menghasilkan pembagian kutub-kutub emosi ke dalam tiga dimensi :<br /></div>o Pleasant vs unpleasant<br />o High vs low arousal<br />o Concentrated vs relaxed attention<br /><br /><div style="text-align: justify;">Teori ini dikenal sebagai the three dimensional theory namun bersifat kontroversial.Ide tentang abnormalitas kesadaran dari Wundt dibangun melalui diskusi-diskusi dengan para psikiater terkenal masa itu, Kretschmer dan Kraepelin. Ide Wundt tentang schizoprenic adalah hilangnya kontrol appersepsi dan kontrol dalam proses atensi. Akibatnya proses berpikir hanya bersifat rangkaian asosiasi ide yang tidak terkontrol.<br /></div><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 102, 102);">2. Ivan Pavlov (1849 - 1936)</span><br /><div style="text-align: justify;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigCYXjUlyNyDhyphenhyphenlWE0t98E2fVEFGXzWNTVnbly12audXUKAjDjji1ECCUW30QgUHISGitTmJE9VD06c-MOqgShyphenhyphenBmjJjZBSTCUCVRDW_3wmVp0V2MsyFWgfMUdvSpF4935l7Q87GjiDM4o/s1600-h/pavlov.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 111px; height: 144px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigCYXjUlyNyDhyphenhyphenlWE0t98E2fVEFGXzWNTVnbly12audXUKAjDjji1ECCUW30QgUHISGitTmJE9VD06c-MOqgShyphenhyphenBmjJjZBSTCUCVRDW_3wmVp0V2MsyFWgfMUdvSpF4935l7Q87GjiDM4o/s200/pavlov.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5364828665994219026" border="0" /></a>Ivan Petrovich Pavlov dilahirkan di Rjasan pada tanggal 18 September 1849 dan wafat di Leningrad pada tanggal 27 Pebruari 1936. Ia sebenarnya bukanlah sarjana psikologi dan tidak mau disebut sebagai ahli psikologi, karena ia adalah seorang sarjana ilmu faal yang fanatik. Eksperimen Pavlov yang sangat terkenal di bidang psikologi dimulai ketika ia melakukan studi tentang pencernaan. Dalam penelitian tersebut ia melihat bahwa subyek penelitiannya (seekor anjing) akan mengeluarkan air liur sebagai respons atas munculnya makanan. Ia kemudian mengeksplorasi fenomena ini dan kemudian mengembangkan satu studi perilaku (behavioral study) yang dikondisikan, yang dikenal dengan teori Classical Conditioning. Menurut teori ini, ketika makanan (makanan disebut sebagai the unconditioned or unlearned stimulus - stimulus yang tidak dikondisikan atau tidak dipelajari) dipasangkan atau diikutsertakan dengan bunyi bel (bunyi bel disebut sebagai the conditioned or learned stimulus - stimulus yang dikondisikan atau dipelajari), maka bunyi bel akan menghasilkan respons yang sama, yaitu keluarnya air liur dari si anjing percobaan. Hasil karyanya ini bahkan menghantarkannya menjadi pemenang hadiah Nobel. Selain itu teori ini merupakan dasar bagi perkembangan aliran psikologi behaviourisme, sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi penelitian mengenai proses belajar dan pengembangan teori-teori tentang belajar.<br /></div><br /><div style="text-align: justify;">Classic Conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, di mana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.<br /></div><br />Urutan kejadian melalui percobaan terhadap anjing:<br />1. US (unconditioned stimulus) = stimulus asli atau netral: Stimulus tidak dikondisikan yaitu<br />stimulus yang langsung menimbulkan respon, misalnya daging dapat merangsang anjing<br />untuk mengeluarkan air liur.<br />2. UR (unconditioned respons): disebut perilaku responden (respondent behavior) respon<br />tak bersyarat, yaitu respon yang muncul dengan hadirnya US, yaitu air liur anjing<br />keluar karen anjing melihat daging.<br />3. CS (conditioning stimulus): stimulus bersyarat, yaitu stimulus yang tidak dapat<br />langsung menimbulkan respon. Agar dapat menimbulkan respon perlu dipasangkan<br />dengan US secara terus-menerus agar menimbulkan respon. Misalnya bunyi bel akan<br />menyebabkan anjing mengeluarkan air liur jika selalu dipasangkan dengan daging.<br />4. CR (conditioning respons): respons bersyarat, yaitu rerspon yang muncul dengan<br />hadirnya CS, Misalnya: air liur anjing keluar karena anjing mendengar bel.<br /><br /><div style="text-align: justify;">Dari eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasan dapat diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami (UCS = Unconditional Stimulus = Stimulus yang tidak dikondisikan) dapat digantikan oleh bunyi lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan (CS = Conditional Stimulus = Stimulus yang dikondisikan). Ketika lonceng dibunyikan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon yang dikondisikan. Dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.<br /></div><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 102, 102);">3. Sigmund Freud (1856 - 1939)</span><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8CVcC0DEvErMnMPie9XQG7Hfzjej2DeHbaqUXhwgzc7lZ9lfE3EkRyr4wNTvvXd13NvFJBnAViBJS0MuFN8hRhkvCLkupI_krGbwVBHzlwIVi8zMtXk0EgcCDJF1zYHhSI3RzVXiDpYxa/s1600-h/sigmun+2.jpeg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 96px; height: 127px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8CVcC0DEvErMnMPie9XQG7Hfzjej2DeHbaqUXhwgzc7lZ9lfE3EkRyr4wNTvvXd13NvFJBnAViBJS0MuFN8hRhkvCLkupI_krGbwVBHzlwIVi8zMtXk0EgcCDJF1zYHhSI3RzVXiDpYxa/s200/sigmun+2.jpeg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5364828843004566674" border="0" /></a>Sigmund Freud dilahirkan pada tanggal 6 Mei 1856 di Freiberg (Austria), pada masa bangkitnya Hitler, dan wafat di London pada tanggal 23 September 1939. Ia adalah seorang Jerman keturunan Yahudi. Pada usia 4 tahun ia dan keluarga pindah ke Viena, dimana ia menghabiskan sebagian besar masa hidupnya. Meskipun keluarganya adalah Yahudi namun Freud menganggap bahwa dirinya adalah atheist.<br /><div style="text-align: justify;"><br /><br /></div><div style="text-align: justify;">Pada tahun 1900, Freud menerbitkan sebuah buku yang menjadi tonggak lahirnya aliran psikologi psikoanalisa. Buku tersebut berjudul Interpretation of Dreams yang masih dikenal sampai hari ini. Dalam buku ini Freud memperkenalkan konsep yang disebut "unconscious mind" (alam ketidaksadaran). Selama periode 1901-1905 dia menerbitkan beberapa buku, tiga diantaranya adalah The Psychopathology of Everyday Life (1901), Three Essays on Sexuality (1905), dan Jokes and Their relation to the Unconscious (1905).<br /><br /></div>Pada tahun 1902 dia diangkat sebagai profesor di University of Viena dan saat ini namanya mulai mendunia. Pada tahun 1905 ia mengejutkan dunia dengan teori perkembangan psikoseksual (Theory of Psychosexual Development) yang mengatakan bahwa seksualitas adalah faktor pendorong terkuat untuk melakukan sesuatu dan bahwa pada masa balita pun anak-anak mengalami ketertarikan dan kebutuhan seksual. Beberapa komponen teori<br />Freud yang sangat terkenal adalah:<br />· The Oedipal Complex, dimana anak menjadi tertarik pada ibunya dan mencoba \<br />mengidentifikasi diri seperti sang ayahnya demi mendapatkan perhatian dari ibu<br />· Konsep Id, Ego, dan Superego<br />· Mekanisme pertahanan diri (ego defense mechanisms)<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pemikiran dan teori Sigmund Freud</span><br /><div style="text-align: justify;">Freud membagi mind ke dalam consciousness, preconsciousness dan unconsciousness. Dari keriga aspek kesadaran, unconsciousness adalah yang paling dominant dan paling penting dalam menentukan perilaku manusia. Di dalam unconscious tersimpan ingatan masa kecil, energi psikis dan instink. Preconsciousness berperan sebagai jembatan antara conscious dan unconscious, berisi ingatan atau ide yang dapat diakses kapan saja. Consciousness hanyalah bagian kecil dari mind, namun satu-satunya bagian yang memiliki kontak langsung dengan realitas. Freud mengembangkan konsep struktur mind dengan mengembangkan “mind apparatus”, yaitu yang dikenal dengan struktur kepribadian Freud dan menjadi konstruknya yang terpenting yaitu id, ego, dan super ego.<br /></div><br /><div style="text-align: justify;">Id adalah struktur paling mendasar dari kepribadian, seluruhnya tidak didasari dan bekerja menurut prinsip kesenangan, tujuannya pemenuhan kepuasan yang segera. Ego baerkembang dari Id, struktur kepribadian yang mengontrol kesadaran dan mengambil keputusan atas perilaku manusia. Superego, berkembang dari ego saat manusia mengerti nilai baik buruk dan moral. Superego merefleksikan nilai-nilai social dan menyadarkan individu atas tuntutan moral.<br />Apabila terjadi pelanggaran nilai, superego menghukum ego dengan menimbulkan rasa salah. Ego selalu menghadapi ketegangan antara tuntutan id dan superego. Apabila tuntutan ini tidak berhasil diatasi dengan baik, maka ego terancam dan muncullah kecemasan (anxiety). Untuk menyelamatkan diri dari ancaman, ego melakukan reaksi defensive self (pertahanan diri) yang dikenal defense mechanism.<br /><br /></div><div style="text-align: justify;">Dari ketiga macam konstruk kepribadian Freud, yaitu id, ego, dan superego adalah yang membedakan manusia dengan belum manusia atau manusia masih dalam tanda kutip "MANUSIA". Manusia yang seutuhnya memiliki ketiganya. Dan superego di sini berfungsi sebagai pengendali diri. Prosesnya berakhir sampai kepada manusia itu meninggal dunia, artinya proses ketiga konstruk kepribadian manusia tak akan berhenti selama masa hidupnya.<br /><br /></div><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 102, 102);">4. Erik Erikson (1902 - 1994)</span><br />Erik Homburger Erikson dilahirkan di Frankfurt, Jerman, pada tahun 1902. Ayahnya adalah seorang keturunan Denmark dan Ibunya seorang Yahudi. Erikson belajar psikologi pada Anna Freud (putri dari Sigmund Freud) di Vienna Psycholoanalytic Institute selama kurun waktu tahun 1927-1933. Pada tahun 1933 Erikson pindah ke Denmark dan disana ia mendirikan pusat pelatihan psikoanalisa (psychoanalytic training center). Pada tahun 1939 ia pindah ke Amerika serikat dan menjadi warga negara tersebut, dimana ia sempat mengajar di beberapa universitas terkenal seperti Harvard, Yale, dan University of California di Berkley. Beberapa buku yang pernah ditulis oleh Erikson dan mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat, diantaranya adalah: (1) Young Man Luther: A Study in Psychoanalysis and History (1958), (2) Insight and Responsibility (1964), dan Identity: Youth and Crisis (1968).<br /><br />a. Teori<br /><div style="text-align: justify;">Erikson menggambarkan adanya sejumlah kualitas yang dimiliki ego yakni kepercayaan dan penghargaan, otonomi dan kemauan, kerajinan dan kompetensi, identitas dan kesetiaan, keakraban dan cinta, generativitas dan pemeliharaan, serta integritas. Ego ini dapat menemukan menemukan pemecahan kreatif atas masalah baru pada setiap tahap kehidupan. Ego bukan menjadi budak lagi, namun dapat mengatur id, superego dan dibentuk oleh konteks cultural dan historik. Berikut adalah ego yang sempurna menurut Erikson :<br /></div>1. Faktualitas adalah kumpulan fakta, data, dan metoda yang dapat diverifikasi dengan metoda<br /><div style="text-align: justify;"> kerja yang sedang berlaku. Ego berisi kumpulan fakta dan data hasil interaksi dengan<br /></div> lingkungan.<br />2. Universalitas berkaitan dengan kesadaran akan kenyataan (sens of reality) yang<br />menggabungkan hal yang praktis dan kongkrit dengan pandangan semesta, mirip dengan<br />pronsip realita dari Freud.<br />3. Aktualitas adalah cara baru dalam berhubungan satu dengan yang lain, memperkuat<br />hubungan untuk mencapai tujuan bersama.<br /><br /><div style="text-align: justify;">Menurut Erikson, ego sebagian bersifat taksadar, mengorganisir dan mensitesa pengalaman sekarang dengan pengalaman diri masa lalu dan dengan diri masa yang akan datang. Dia menemukan tiga aspek ego yang saling berhubungan, yakni :<br /></div>1. Body Ego: Mengacu ke pengalaman orang dengan tubuh/ fisiknya sendiri.<br />2. Ego Ideal: Gambaran mengenai bagaimana seharusnya diri, sesuatu yang bersifat ideal.<br />3. Ego Identity: Gambaran mengenai diri dalam berbagai peran sosial.<br /><br /><div style="text-align: justify;">Teori Ego dari Erikson memandang bahwa perkembangan kepribadian mengikuti prinsip epigenetik. Bagi organisme, untuk mencapai perkembangan penuh dari struktur biologis potensialnya, lingkungan harus memberi stimulasi yang khusus. Sama seperti Freud, Erikson menganggap hubungan ibu-anak menjadi bagian penting dari perkembangan kepribadian. Tetapi Erikson tidak membatasi teori hubungan id-ego dalam bentuk usaha memuaskan kebutuhan id oleh ego.<br /></div><br />b. Perkembangan kepribadian: teori psikososial<br />PRINSIP EPIGENETIK<br /><div style="text-align: justify;">Menurut Erikson, ego berkembang melalui berbagai tahap kehidupan mengikuti prinsip epigenetik, istilah yang dipinjam dari embriologi. Perkembangan epigenetik adalah perkembangan tahap demi tahap dari organ-organ embrio. Ego berkembang mengikuti prinsip epigenetik, artinya tiap bagian dari ego berkembang pada tahap perkembangan tertentu dalam rentangan waktu tertentu (yang disediakan oleh hereditas untuk berkembang).\\<br /><br /></div>Tahap perkembangan yang satu terbentuk dan dikembangkan di atas perkembangan sebelumnya (tetapi tidak mengganti perkembangan tahap sebelumnya itu). Enam (6) pokok pikiran Teori Perkembangan Psikosisial Erikson :<br />1. Prinsip Epigenetik: Perkembangan kepribadian mengiuti prinsip epigenetik.<br />2. Interaksi Bertentangan: Di setiap tahap ada konflik psikososial, antara elemen sintonik<br />(syntonic = harmonious) dan distonik (dystonic = disruptive). Kedua elemen itu dibutuhkan<br />oleh kepribadian.<br />3. Kekuatan Ego: Konflik psikososial di setiap tahap hasilnya akan mempengaruhi atau<br />mengembangkan ego. Dari sisi jenis sifat yang dikembangkan, kemenangan aspek sintonik<br />akan memberi ego sifat yang baik, disebut Virtue. Dari sisi enerji, virtue<br />akan meningkatkan kuantitas ego atau kekuatan ego untuk mengatasi konflik sejenis,<br />sehingga virtue disebut juga sebagai kekuatan dasar (basic strengh).<br />4. Aspek Somatis: Walaupun Erikson membagi tahapan berdasarkan perkembangan<br />psikososial, dia tidak melupakan aspek somatis/biologikal dari perkembangan manusia.<br />5. Konflik dan Peristiwa Pancaragam (Multiplicity of Conflict and Event): Peristiwa pada awal<br />perkembangan tidak berdampak langsung pada perkembangan kepribadian selanjutnya.<br />Identitas ego dibentuk oleh konflik dan peristiwa masa lalu, kini, dan masa yang akan datang.<br />6. Di setiap tahap perkembangan, khususnya dari masa adolesen dan sesudahnya,<br />perkembangan kepribadian ditandai oleh krisis identitas (identity crisis), yang dinamakan<br />Erikson “titik balik, periode peningkatan bahaya dan memuncaknya potensi”.<br /><br />c. Fase-Fase Perkembangan<br />1. FASE BAYI (0-1 TAHUN)<br /><div style="text-align: justify;">Pararel dengan Fase Oral dari Freud, namun bagi Erikson kegiatan bayi tidak terikat dengan mulut semata; bayi adalah saat untuk memasukkan (incorporation), bukan hanya melalui mulut (menelan) tetapi juga dari semua indera. Tahap sensori oral ditandai oleh dua jenis inkorporasi: mendapat (receiving) dan menerima (accepting). Tahun pertama kehidupannya, bayi memakai sebagian besar waktunya untuk makan, eliminasi (buang kotoran), dan tidur. Ketika ia menyadari ibu akan memberi makan/minum secara teratur, mereka belajar dan memperoleh kualitas ego atau identitas ego yang pertama, perasaan kepercayaan dasar (basic trust). Bayi harus mengalami rasa lapar, haus, nyeri, dan ketidaknyamanan lain, dan kemudian mengalami perbaikan atau hilangnya kondisi yang tidak menyenangkan itu. Dari peristiwa itu bayi akan belajar mengharap bahwa hal yang menyakitkan ke depan bisa berubah menjadi menyenangkan. Bayi menangkap hubungannya dengan ibu sebagai sesuatu yang keramat (numinous).<br /><br /></div>2. FASE ANAK-ANAK (1-3 TAHUN)<br /><div style="text-align: justify;">Dalam teori Erikson, anak memperoleh kepuasan bukan dari keberhasilan mengontrol alat-alat anus saja, tetapi juga dari keberhasilan mengontrol fungsi tubuh yang lain seperti urinasi, berjalan, melempar, memegang, dan sebagainya. Pada tahun kedua, penyesuaian psikososial terpusat pada otot anal-uretral (Anal-Urethral Muscular); anak belajar mengontrol tubuhnya, khususnya yang berhubungan dengan kebersihan. Pada tahap ini anak dihadapkan dengan budaya yang menghambat ekspresi diri serta hak dan kewajiban. Anak belajar untuk melakukan pembatasan-pembatasan dan kontrol diri dan menerima kontrol dari orang lain. Hasil mengatasi krisis otonomi versus malu-ragu adalah kekuatan dasar kemauan. Ini adalah permulaan dari kebebasan kemauan dan kekuatan kemauan (benar-benar hanya permulaan), yang menjadi ujud virtue kemauan di dalam egonya. Pada tahap ini pola komunikasi mengembangkan penilaian benar atau salah dari tingkah laku diri dan orang lain, disebut bijaksana (judicious).<br /><br /></div>3. USIA BERMAIN (3-6 TAHUN)<br />Pada tahap ini Erkson mementingkan perkembangan pada fase bermain, yakni; identifikasi dengan orang tua (odipus kompleks), mengembangkan gerakan tubuh, ketrampilan bahasa, rasa ingin tahu, imajinasi, dan kemampuan menentukan tujuan. Erikson mengakui gejala odipus muncul sebagai dampak dari fase psikososeksual genital-locomotor, namun diberi makna yang berbeda. Menurutnya, situasi odipus adalah prototip dari kekuatan yang abadi dari kehidupan manusia. Aktivitas genital pada usia bermain diikuti dengan peningkatan fasilitas untuk bergerak. Inisiatif yang dipakai anak untuk memilih dan mengejar berbagai tujuan, seperti kawain dengan ibu/ayah, atau meninggalkan rumah, juga untuk menekan atau menunda suatu tujuan. Konflik antara inisiatif dengan berdosa menghasilkan kekuatan dasar (virtue) tujuan (purpose). Tahap ini dipenuhi dengan fantasi anak, menjadi ayah, ibu, menjadi karakter baik untuk mengalahkan penjahat.<br /><br />4. USIA SEKOLAH (6-12 TAHUN)<br /><div style="text-align: justify;">Pada usia ini dunia sosial anak meluas keluar dari dunia keluarga, anak bergaul dengan teman sebaya, guru, dan orang dewasa lainnya. Pada usia ini keingintahuan menjadi sangat kuat dan hal itu berkaitan dengan perjuangan dasar menjadi berkemampuan (competence). Memendam insting seksual sangat penting karena akan membuat anak dapat memakain enerjinya untuk mempelajari teknologi dan budayanya serta interaksi sosialnya. Krisis psikososial pada tahap ini adalah antara ketekunan dengan perasaan inferior (industry – inveriority). Dari konflik antar ketekunan dengan inferiorita, anak mengembangkan kekuatan dasar: kemampuan (competency). Di sekolah, anak banyak belajar tentang sistem, aturan, metoda yang membuat suatu pekrjaan dapat dilakukan dengan efektif dan efisien.<br /></div><br />5. ADOLESEN (12-20 TAHUN)<br />Tahap ini merupakan tahap yang paling penting diantara tahap perkembangan lainnya, karena orang harus mencapai tingkat identitas ego yang cukup baik. Bagi Erikson, pubertas (puberty) penting bukan karena kemasakan seksual, tetapi karena pubertas memacu harapan peran dewasa pada masa yang akan datang. Pencarian identitas ego mencapai puncaknya pada fase ini, ketika remaja berjuang untuk menemukan siapa dirinya. Kekuatan dasar yang muncul dari krisis identitas pada tahap adolesen adalah kesetiaan (fidelity); yaitu setia dalam beberapa pandangan idiologi atau visi masa depan. Memilih dan memiliki ediologi akan memberi pola umum kehidupan diri, bagaimana berpakaian, pilihan musik dan buku bacaan, dan pengaturan waktu sehari-hari.<br /><br />6. DEWASA AWAL (20-30 TAHUN)<br /><div style="text-align: justify;">Pengalaman adolesen dalam mencari identitas dibutuhkan oleh dewasa-awal. Perkembangan psikoseksual tahap ini disebut perkelaminan (genitality). Keakraban (intimacy) adalah kemampuan untuk menyatukan identitas diri dengan identitas orang lain tanpa ketakutan kehilangan identitas diri itu. Cinta adalah kesetiaan yang masak sebagai dampak dari perbedaan dasar antara pria dan wanita. Cinta selain di samping bermuatan intimasi juga membutuhkan sedikit isolasi, karena masing-masing partner tetap boleh memiliki identitas yang terpisah. Ritualisasi pada tahap ini adalah Afiliasi, refleksi dari kenyataan adanya cinta, mempertahankan persahabatan, ikatan kerja.<br /><br /></div>7. DEWASA (30-65 TAHUN)<br /><div style="text-align: justify;">Tahap dewasa adalah waktu menempatkan diri di masyarakat dan ikut bertanggung jawab terhadap apapun yang dihasilkan dari masyarakat. Kualitas sintonik tahap dewasa adalah generativita, yaitu penurunan kehidupan baru, serta produk dan ide baru. Kepedulian (care) adalah perluasan komitmen untuk merawat orang lain, merawat produk dan ide yang membutuhkan perhatian. Kepedulian membutuhkan semua kekuatan dasar ego sebelumnya sebagai kekuatan dasar orang dewasa. Generasional adalah interaksi antara orang dewasa dengan generasi penerusnya bisa berupa pemberian hadiah atau sanjungan, sedangkan otoritisme mengandung pemaksaan. Orang dewasa dengan kekuatan dan kekuasaannya memaksa aturan, moral, dan kemauan pribadi dalam interaksi.<br /></div><br />8. USIA TUA (>65 TAHUN)<br /><div style="text-align: justify;">Menjadi tua sudah tidak menghasilkan keturunan, tetapi masih produktif dan kreatif dalam hal lain, misalnya memberi perhatian/merawat generasi penerus – cucu dan remaja pada umumnya. Tahap terakhir daroi psikoseksual adalah generalisasi sensualitas (Generalized Sensuality): memperoleh kenikmatan dari berbagai sensasi fisik, penglihatan, pendengaran, kecapan, bau, pelukan, dan juga stimulasi genital. Banyak terjadi pada krisis psikososial terakhir ini, kualita distonik “putus asa” yang menang. Orang dengan kebijaksanaan yang matang, tetap mempertahankan integritasnya ketika kemampuan fisik dan mentalnya menurun. Pada tahap usia tua, ritualisasinya adalah integral; ungkapan kebijaksanaan dan pemahaman makna kehidupan. Interaksi yang tidak mementingkan keinginan dan kebutuhan duniawi.<br /><br /></div> <span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 102, 102);">5. Abraham Maslow (1908 - 1970)</span><br /><div style="text-align: justify;">Abraham Maslow (1908-1970) adalah seorang psikolog yang mencoba menemukan jawaban sistematis atas pertanyaan pemenuhan kebutuhan hidup, yang terkenal dengan sebutan Teori Hierarki Kebutuhan. Menurutnya kunci dari segala aktifitas manusia adalah keinginannya untuk memuaskan kebutuhan yang selalu muncul dan muncul. Dalam teori hierarki kebutuhan manusia terdiri atas lima lapis jenjang vertical yaitu :<br /><br /></div>a. Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs)<br />Kebutuhan yang paling mendasar, seperti: sandang, pangan, papan, bernafas, buang air<br />besar, buang air kecil, dll.<br /><br />b. Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan (Safety dan Security Needs)<br />Kebutuhan ini muncul daan memainkan peranan dalam bentuk mencari tempat perlindungan. Misalnya membangun privacy individual, mengusahakan “keterjaminan” financial melalui asuransi/ dana pension, bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman, dsb.<br /><br />c. Kebutuhan Sosial (Social Needs)<br />Ketika kita ingin memiliki persahabatan, menjadi bagian dari sebuah kelompok, dan<br />kebutuhan cinta dari lawan jenis.<br /><br />d. Kebutuhan Penghargaan atau Pengakuan (Esteem Needs)<br />Pada level ke empat ini Maslow membedakannya menjadi dua, yaitu:<br />-tipe bawah: kebutuhan akan penghargaan dari orang lain, status, perhatian, reputasi,<br />kebanggan diri, kemahsyuran.<br />-tipe atas: penghargaan oleh diri sendiri, seperti kebebasan, kecakapan, ketrampilan, dan<br />kemampuan khusus.<br /><br />e. Kebutuhan Aktualisasi Diri<br />Adalah kebutuhan untuk bertindak sesuka hati sesuai dengan bakat dan minatnya.<br />- Kebutuhan untuk aktualisasi diri<br />- Kebutuhan untuk dihargai<br />- Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi<br />- Kebutuhan fisiologis / dasar<br />- Kebutuhan akan rasa aman dan tentram.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">6. Edward Lee Thorndike (1874 - 1949)</span><br />Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R).<br />~ Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk<br />mengaktifkan organisme untuk bereaksi atau berbuat.<br />~ Respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang.<br /><br /><div style="text-align: justify;">Eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning atau selecting and connecting lerning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi.<br /><br /></div>· Teori utama Thorndike :<br />a. Fenomena belajar :<br />o Trial and error learning<br />o Transfer of learning<br /><br />b. Hukum-hukum belajar :<br />· Law of Readiness : adanya kematangan fisiologis untuk proses belajar tertentu,<br />misalnya kesiapan belajar membaca. Isi teori ini sangat berorientasi pada fisiologis<br />· Law of Exercise : jumlah exercise (yang dapat berupa penggunaan atau praktek)<br />dapat memperkuat ikatan S-R. Contoh : mengulang, menghafal, dan lain sebagainya.<br /><br />Belakangan teori ini dilengkapi dengan adanya unsur effect belajar sehingga hanya pengulangan semata tidak lagi berpengaruh.<br /><br /><div style="text-align: justify;">· Law of Effect : menguat atau melemahnya sebuah connection dapat dipengaruhi oleh konsekuensi dari connection tersebut. Konsekuensi positif akan menguatkan connection, sementara konsekuensi negatif akan melemahkannya. Belakangan teori ini disempurnakan dengan menambahkan bahwa konsekuensi negatif tidak selalu melemahkan connections. Pemikiran Thorndike tentang. Konsekuensi ini menjadi sumbangan penting bagi aliran behaviorisme karena ia memperkenalkan konsep reinforcement. Kelak konsep ini menjadi dasar teori para tokoh behaviorisme seperti Watson, Skinner, dan lain-lain.<br /><br /></div><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 102, 102);">7. JEAN PIAGET ( 1896 – 1980 )</span><br /><div style="text-align: justify;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmn6uyrZosv39qngxMj9ZrVZYdfyc5caPgfEjQm-NemimlClcurgeAoc3JYsa50-Vw7wVo8BdiUav-kVqGXlu64TurD4r3zNYY0PQ44wmvsPuj-QLbFPDi7hIoVqFPIGQI0OByOCHFc2vQ/s1600-h/Jean+Piaget.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 119px; height: 144px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmn6uyrZosv39qngxMj9ZrVZYdfyc5caPgfEjQm-NemimlClcurgeAoc3JYsa50-Vw7wVo8BdiUav-kVqGXlu64TurD4r3zNYY0PQ44wmvsPuj-QLbFPDi7hIoVqFPIGQI0OByOCHFc2vQ/s200/Jean+Piaget.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5364829181135387394" border="0" /></a>Jean Piaget (9 Agustus 1896 – 16 September 1980) adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan psikolog perkembangan Swiss, yang terkenal karena hasil penelitiannya tentang anak-anak dan teori perkembangan kognitifnya. Menurut Ernst von Glasersfeld, Jean Piaget adalah juga "perintis besar dalam teori konstruktivis tentang pengetahuan. Karya Piaget pun banyak dikutip dalam pembahasan mengenai psikologi kognitif.<br /><br /><br /><br /></div>a. Pengertian<br /><div style="text-align: justify;">Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan (Neisser, 1976). Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa.<br /></div><br /><div style="text-align: justify;">Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.<br /><br /></div>b. Teori Perkembangan Kognitif Piaget<br />Menurut penelitiannya, bahwa tahap-tahap perkembangan individu /pribadi serta perubahan umur sangat mempengaruhi kemampuan belajar individu. Jean Piaget menyebut bahwa struktur kognitif ini sebagai skemata (Schemas), yaitu kumpulan dari skema-skema. Seseorang individu dapat mengikat, memahami, dan memberikan respons terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dengan demikian seorang individu yang lebih dewasa memiliki struktur kognitif yang lebih lengkap dibandingkan ketika ia masih kecil. Piaget memakai istilah scheme secara interchangeably dengan istilah struktur. Scheme adalah pola tingkah laku yang dapat diulang . Scheme berhubungan dengan :<br />- Refleks-refleks pembawaan ; misalnya bernapas, makan, minum.<br />- Scheme mental ; misalnya scheme of classification, scheme of operation. ( pola tingkah laku<br />yang masih sukar diamati seperti sikap, pola tingkah laku yang dapat diamati)<br /><br />Menurut Piaget, intelegensi itu sendiri terdiri dari tiga aspek,<br />1. Struktur ; disebut juga scheme seperti yang dikemukakan diatas<br />2. Isi ; disebut juga content, yaitu pola tingkah laku spesifik tatkala individu menghadapi sesuatu<br />masalah.<br />3. Fungsi ; disebut fungtion, yaitu yang berhubungan dengan cara seseorang<br />mencapai kemajuan intelektul.<br /><br />Fungsi itu sendiri terdiri dari dua macam fungsi invariant, yaitu organisasi dan adaptasi.<br />- Organisasi ; berupa kecakapan seseorang dalam menyusun proses-proses fisik dan<br />psikis dalam bentuk system-sistem yang koheren.<br />- Adaptasi ; yaitu penyesuaian diri individu terhadap lingkungannya.<br /><br />Proses terjadinya adaptasi dari skemata yang telah terbentuk dengan stimulus baru dilakukan dengan dua cara, yaitu :<br />a. Asimilasi<br />Adalah proses pengintegrasian secara langsung stimulus baru ke dalam skemata yang telah terbentuk / proses penggunaan struktur atau kemampuan individu untuk mengatasi masalah dalam lingkungannya.<br /><br />b. Akomodasi<br /><div style="text-align: justify;">Adalah proses pengintegrasian stimulus baru ke dalam skema yang telah terbentuk secara tidak langsung/ proses perubahan respons individu terhadap stimuli lingkungan. Dalam struktur kognitif setiap individu mesti ada keseimbangan antara asimilasi dengan akomodasi. Keseimbangan ini dimaksudkan agar dapat mendeteksi persamaan dan perbedaan yang terdapat pada stimulus-stimulus yang dihadapi. Perkembangan kognitif ini pada dasarnya adalah perubahan dari keseimbangan yang dimiliki ke keseimbangan baru yang diperolehnya. Dengan penjelasan diatas maka dapatlah kita ketahui tentang bagaimana terjadinya pertumbuhan dan perkembangan intelektual.<br /></div><br /><div style="text-align: justify;">Pertumbuhan intelektual terjadi karena adanya proses yang kontinu dari adanya equilibrium – disequilibrium. Bila individu dapat menjaga adanya equilibrium, individu akan dapat mencapai tingkat perkembangan intelektual yang lebih tinggi.<br /></div><br />c. Tahap-Tahap Perkembangan<br />Piaget mengidentifikasi empat faktor yang mempengaruhi transisi tahap perkembangan<br />anak, yaitu :<br />1. kematangan<br />2. pengalaman fisik / lingkungan<br />3. transmisi social<br />4. equilibrium.<br /><br /><div style="text-align: justify;">Selanjutnya Piaget mengemukakan tentang perkembangan kognitif yang dialami setiap individu secara lebih rinci, mulai bayi hingga dewasa. Teori ini disusun berdasarkan studi klinis terhadap anak-anak dari berbagai usia golongan menengah di Swiss. Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget mengemukakan ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis :<br /></div>a. tahap Sensori Motor : 0 – 2 tahun ;<br />b. tahap Pra Operasi : 2 – 7 tahun ;<br />c. tahap Operasi Konkrit : 7 – 11 tahun ;<br />d. tahap Operasi Formal : 11 keatas.<br /><br /><div style="text-align: justify;">Sebaran umur pada seiap tahap ersebut adalah rata-rata (sekitar) dan mungkin pula terdapat perbedaan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya, antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Dan teori ini berdasarkan pada hasil penelitian di Negeri Swiss pada tahun 1950-an.<br /><br /></div>a. Tahap Sensori Motor (Sensory Motoric Stage)<br /><div style="text-align: justify;">Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra) Pada mulanya pengalaman itu bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila ada pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek yang asalnya terlihat kemudian menghiang dari pandangannya, asal perpindahanya terlihat. Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang hilang bila benda tersebut tidak terlihat perpindahannya. Objek mulai terpisah dari dirinya dan bersamaan dengan itu konsep objek dalam struktur kognitifnya pun mulai dikatakan matang. Ia mulai mampu untuk melambungkan objek fisik ke dalam symbol-simbol, misalnya mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan, suara binatang, dll.<br /><br /></div>b. Tahap Pra Operasi ( Pre Operational Stage)<br /><div style="text-align: justify;">Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit. Istilah operasi yang digunakan oleh Piaget di sini adalah berupa tindakan-tindakan kognitif, seperti mengklasifikasikan sekelompok objek (classifying), menata letak benda-benda menurut urutan tertentu (seriation), dan membilang (counting), (mairer, 1978 :24). Pada tahap ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit daripada pemikiran logis, sehingga jika ia melihat objek-ojek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakanya berbeda pula. Pada tahap ini anak masih berada pada tahap pra operasional belum memahami konsep kekekalan (conservation), yaitu kekekalan panjang, kekekalan materi, luas, dll. Selain dari itu, cirri-ciri anak pada tahap ini belum memahami dan belum dapat memikirkan dua aspek atau lebih secara bersamaan.<br /></div><br />c. Tahap Operasi Konkrit (Concrete Operational Stage)<br /><div style="text-align: justify;">Anak-anak yang berada pada tahap ini umumnya sudah berada di Sekolah Dasar, dan pada umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan bendabenda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan, kemampuan untuk mengklasifikasikan dan serasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objek. Anak pada tahap ini sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika, tetapi hanya objek fisik yang ada saat ini (karena itu disebut tahap operasional konkrit). Namun, tanpa objek fisik di hadapan mereka, anak-anak pada tahap ini masih mengalami kesulitan besar dalam menyelesaikan tugas-tugas logika. Smith (1998) memberikan contoh. Anak-anak diberi tiga boneka dengan warna rambut yang berlainan (Edith, Suzan, dan Lily), tidak mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi boneka yang berambut paling gelap. Namun, ketika diberi peranyaan, “Rambut Edith lebih terang daripada rambut Lily. Rambut siapakah yang paling gelap?” , anak-anak pada tahap operasional konkret mengalami kesulitan karena mereka belum mampu berpikir hanya dengan menggunakan lambang-lambang.<br /><br /></div>d. Tahap Operasi Formal (Formal Operation Stage)<br />Tahap operasi formal ini adalah tahap akhir dari perkembangan konitif secara kualitatif. Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abtrak dan menggunakan logika. Penggunaan benda-benda konkret tidak diperlukan lagi. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan dengan objek atau peristiwanya berlangsung. Penalaran terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya dengan menggunakan simbol-simbol, ide-ide, astraksi dan generalisasi. Ia telah memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan operasi-operasi yang menyatakan hubungan di antara hubungan-hubungan, memahami konsep promosi.<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br />http://www.e-psikologi.com/epsi/tokoh_detail.asp<br />Psikologi sebagai ilmu mandiri<br />http://www.rumahbelajarpsikologi.com/index.php/ilmu-mandiri.html<br />Artikel (ORG.KOMUNITAS DAN PERPUSTAKAAN ON LINE)<br />ronawajah.wordpress.com/2007/08/03/teori-maslow-koreksi/ - 16k –<br />http://valmband.multiply.com/journal/item/5<br />http://christantomaulana.multiply.com/journal/item/1/Erik_H._Erikson<br />http://eko13.wordpress.com/2008/05/02/behaviorisme/Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6232954082946170350.post-92144104056228984162009-07-31T20:48:00.001+07:002009-07-31T20:50:08.986+07:00<div class="entry-head"> <h3 class="entry-title"><a href="http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/06/06/konseling-facebook-di-sekolah-kenapa-tidak/" rel="bookmark" title="Tautan Tetap ke "Konseling FaceBook di Sekolah, Kenapa Tidak?"">Konseling FaceBook di Sekolah, Kenapa Tidak?</a></h3> <small class="entry-meta"> <span class="chronodata"> </span><span class="entry-category"></span> Tags: <a href="http://id.wordpress.com/tag/artikel/" rel="tag">artikel</a>, <a href="http://id.wordpress.com/tag/berita/" rel="tag">berita</a>, <a href="http://id.wordpress.com/tag/bimbingan-dan-konseling/" rel="tag">bimbingan dan konseling</a>, <a href="http://id.wordpress.com/tag/bk/" rel="tag">bk</a>, <a href="http://id.wordpress.com/tag/konseling/" rel="tag">konseling</a>, <a href="http://id.wordpress.com/tag/konselor/" rel="tag">konselor</a>, <a href="http://id.wordpress.com/tag/makalah/" rel="tag">makalah</a>, <a href="http://id.wordpress.com/tag/metode/" rel="tag">metode</a>, <a href="http://id.wordpress.com/tag/opini/" rel="tag">opini</a>, <a href="http://id.wordpress.com/tag/strategi/" rel="tag">strategi</a>, <a href="http://id.wordpress.com/tag/umum/" rel="tag">umum</a><br /> </small> <!-- .entry-meta --> </div> <!-- .entry-head --> <p style="text-align: justify;"><strong>A. Mengapa Konseling FaceBook?</strong></p> <p><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left;" src="http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2009/06/facebook_logo.png?w=63&h=74" alt="" width="63" height="74" /></p> <p style="text-align: justify;">Salah satu yang menjadi landasan dalam penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di sekolah adalah landasan ilmu pengetahuan dan teknologi. Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa sejalan dengan perkembangan teknologi komputer, interaksi antara konselor dengan individu yang dilayaninya (klien) tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi dapat juga dilakukan melalui hubungan secara virtual (maya) melalui internet, dalam bentuk “<em>cyber counseling</em>”.<span id="more-6146"></span></p> <p style="text-align: justify;">Untuk kegiatan <em>cyber counseling</em>, idealnya sekolah atau konselor yang bersangkutan dapat menyediakan website tersendiri yang dipergunakan khusus untuk kepentingan Bimbingan dan Konseling bagi para siswanya. Namun untuk saat ini upaya menyediakan website khusus untuk kepentingan Bimbingan dan Konseling ini tampaknya di Indonesia masih menjadi kendala, baik karena faktor biaya maupun kesiapan sumber daya. Oleh karena itu perlu dipikirkan cara yang lebih praktis untuk menyediakan layanan <em>cyber counseling</em> ini. Salah satu alternatif yang mungkin dapat ditempuh yakni melalui pemanfaatan <strong>FaceBook</strong> sebagai salah satu media konseling.</p> <p style="text-align: justify;">Untuk memahami apa itu <strong>FaceBook,</strong> berikut ini sekilas informasi tentang <strong>Facebook </strong>yang penulis ambil dari berbagai sumber. Wikipedia menginformasikan bahwa <strong>Facebook</strong> adalah situs web jejaring sosial yang diluncurkan pada 4 Februari 2004 dan didirikan oleh <strong>Mark Zuckerberg</strong>, seorang lulusan Harvard dan mantan murid Ardsley High School. Keanggotaannya pada awalnya dibatasi untuk siswa dari Harvard College. Dalam dua bulan selanjutnya, keanggotaannya diperluas ke sekolah lain di wilayah Boston (Boston College, Boston University, MIT, Tufts), Rochester, Stanford, NYU, Northwestern, dan semua sekolah yang termasuk dalam <em>Ivy League</em>. Banyak perguruan tinggi lain yang selanjutnya ditambahkan berturut-turut dalam kurun waktu satu tahun setelah peluncurannya. Akhirnya, orang-orang yang memiliki alamat e-mail suatu universitas (seperti: .edu, .ac, .uk, dll) dari seluruh dunia dapat juga bergabung dengan situs jejaring sosial ini.</p> <p style="text-align: justify;">Selanjutnya dikembangkan pula jaringan untuk sekolah-sekolah tingkat atas dan beberapa perusahaan besar. Sejak 11 September 2006, orang dengan alamat e-mail apa pun dapat mendaftar di Facebook. Pengguna dapat memilih untuk bergabung dengan satu atau lebih jaringan yang tersedia, seperti berdasarkan sekolah, tempat kerja, atau wilayah geografis.</p> <p style="text-align: justify;">Hingga Juli 2007, situs ini memiliki jumlah pengguna terdaftar paling besar di antara situs-situs yang berfokus pada sekolah dengan lebih dari 34 juta anggota aktif yang dimilikinya dari seluruh dunia. Dari September 2006 hingga September 2007, peringkatnya naik dari posisi ke-60 ke posisi ke-7 situs paling banyak dikunjungi, dan merupakan situs nomor satu untuk foto di Amerika Serikat, mengungguli situs publik lain seperti Flickr, dengan 8,5 juta foto dimuat setiap harinya.</p> <p style="text-align: justify;">Tak terkecuali di Indonesia, saat ini <strong>FaceBook</strong> telah menjadi trend yang banyak diminati oleh semua kalangan sebagai media pertemanan secara online. Meski belakangan kehadirannya sempat mengundang kontroversi dan <em>nyaris diharamkan</em> oleh sebagian para ulama karena mungkin dianggap sudah terjadi distorsi dari tujuan awal kehadiran <strong>FaceBook</strong> sebagai media pertemanan.</p> <p style="text-align: justify;">Trend penggunaan <strong>FaceBook </strong>di<strong> </strong>Indonesia<strong> </strong>memang sangat beragam, mulai dari sekedar ngobrol <em>ngalor-ngidul</em> tak menentu hingga penyampaian informasi yang serba serius. Dari hasil penelusuran dalam FaceBook yang pernah penulis lakukan ternyata sudah ada beberapa teman konselor yang menjadi <em>FaceBooker,</em> namun tampaknya belum sepenuhnya keanggotaan dalam FaceBook-nya dijadikan sebagai media yang dapat menunjang tugas dan pekerjaannya sebagai konselor di sekolah.</p> <p style="text-align: justify;">Oleh karena itu, melalui tulisan ini, penulis berusaha menawarkan gagasan bagaimana memanfaatkan kehadiran <strong>FaceBook</strong> sebagai salah satu media yang dapat mengoptimalkan peran konselor di sekolah dalam rangka pemberian layanan bimbingan dan konseling di sekolah.</p> <p style="text-align: justify;"><strong>B. Apa Konseling FaceBook itu? </strong></p> <p style="text-align: justify;">Yang dimaksud dengan <a href="http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/06/06/konseling-facebook-di-sekolah-kenapa-tidak/" target="_blank"><strong>Konseling FaceBook</strong></a> di sini penulis artikan sebagai bantuan psikologis kepada siswa (konseli) secara online melalui FaceBook agar siswa dapat memahami, menerima, mengarahkan, mengaktualisasikan dan mengembangkan dirinya secara optimal.</p> <p style="text-align: justify;">Layanan yang diberikan melalui Konseling FaceBook ini bisa mencakup semua fungsi-fungsi layanan bimbingan dan konseling, baik pencegahan, pemahaman, pengembangan, penempatan atau bahkan pengentasan.</p> <p style="text-align: justify;">Fungsi pencegahan dan pemahaman dapat dilakukan melalui penyajian berbagai informasi yang sekiranya dibutuhkan siswa. Dalam FaceBook disediakan fasilitas untuk menyajikan informasi yang dapat diakses oleh seluruh komunitas.</p> <p style="text-align: justify;">Sumber informasi tidak hanya berasal dari konselor semata tetapi juga dimungkinkan bersumber dari siswa untuk dibagikan kepada anggota komunitasnya. Informasi yang disajikan dapat juga dilakukan dengan mengambil tautan (link) yang tersedia di internet, yang mungkin jauh lebih kaya dibandingkan <em>offline</em>, baik untuk bidang pribadi, sosial, akademik maupun karier.</p> <p style="text-align: justify;">Fungsi pengembangan juga dapat dilakukan dalam FaceBook ini, misalnya membangun kebiasaan interaksi sosial secara positif dengan komunitas FaceBook-nya, atau menyalurkan berbagai pemikiran yang ada dalam diri setiap siswa dengan cara menuliskannya dalam FaceBook yang dikelolanya.</p> <p style="text-align: justify;">Sementara fungsi pengentasan dapat dilakukan melalui <em>chatting</em> secara online yang telah disediakan dalam FaceBook<strong>, </strong>dimana konselor dan konseli dapat berinteraksi langsung<strong>. </strong>Salah satu keunggulan dari FaceBook yaitu adanya jaminan privacy, yang memungkinkan untuk dilaksanakannya konseling perorangan, dengan terjaga kerahasiaannya. Fungsi pengentasan tidak hanya melalui interaksi konselor-konseli (siswa), tetapi juga dilakukan antar konseli (siswa), dimana siswa dapat saling berbagi dengan teman-teman yang dipercayainya.</p> <p style="text-align: justify;">Kendati demikian, kehadiran Program Konseling FaceBook<strong> </strong>di sekolah bukan dimaksudkan menggeser konseling konvensional, tetapi lebih dimaksudkan untuk melengkapi dan menunjang tugas-tugas pelayanan konseling konvensional agar pelayanan bimbingan dan konseling dapat berjalan lebih efektif dan efisien.</p> <p style="text-align: justify;"><strong>C. Bagaimana Penyelenggaraan Konseling FaceBook itu? </strong></p> <p style="text-align: justify;"><a href="http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/06/06/konseling-facebook-di-sekolah-kenapa-tidak/" target="_blank"><strong>Program</strong> </a><strong><a href="http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/06/06/konseling-facebook-di-sekolah-kenapa-tidak/" target="_blank">Konseling FaceBook</a> </strong>berbeda dengan keanggotaan dalam FaceBook pada umumnya, didalamnya membutuhkan kegiatan perencanaan yang matang dan pelaksanaan yang terorganisir, serta evaluasi yang jelas.</p> <p style="text-align: justify;">Dalam perencanaan, perlu dilakukan sosialisasi kepada berbagai pihak terkait, terutama kepada siswa dan juga pihak manajemen sekolah, sehingga program Konseling FaceBook<strong> </strong>mendapat dukungan dari berbagai pihak.</p> <p style="text-align: justify;">Dalam pelaksanaan, konselor bertindak sebagai Admin dari Program Konseling FaceBook di sekolah, yang akan mengelola jalannya Program Konseling FaceBook. Selain itu, konselor juga terutama bertindak sebagai tenaga ahli yang selalu siap memberikan bantuan psikologis kepada anggota komunitas <strong> </strong>yang tergabung dalam Program Konseling FaceBook.<strong> </strong></p> <p style="text-align: justify;">Program Konseling FaceBook juga perlu dilakukan evaluasi baik evaluasi program, proses maupun produk. Data dari hasil evaluasi dapat digunakan untuk kepentingan perbaikan dan pengembangan Program Konseling FaceBook berikutnya.</p> <p style="text-align: justify;">Secara teknis, berikut ini beberapa pemikiran penulis tentang bagaimana menyelenggarakan Konseling FaceBook:</p> <p style="text-align: justify;"><strong>1. Pemahaman dan Penguasaan Konselor tentang FaceBook</strong></p> <p style="text-align: justify;">Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa perkembangan dalam bidang teknologi komunikasi menuntut kesiapan dan adaptasi konselor dalam penguasaan teknologi dalam melaksanakan bimbingan dan konseling. Oleh karena itu, untuk dapat menyelenggarakan Konseling FaceBook ini, terlebih dahulu konselor perlu memahami seluk beluk dalam mengoperasikan FaceBook, yang dapat dilakukan melalui belajar secara online melalui berbagai situs yang ada atau belajar kepada pihak lain yang sudah terbiasa menggunakan FaceBook. Dalam Konseling FaceBook, konselor bertindak sebagai Admin dari komunitas Bimbingan dan Konseling yang dikelolanya, yang bertugas men-setting FaceBook yang dikelolanya dan bertanggung jawab penuh terhadap kelancaran dan keberhasilan penyelenggaraan Konseling FaceBook</p> <p style="text-align: justify;"><strong>2. Keanggotaan</strong></p> <p style="text-align: justify;">Idealnya keanggotaan Konseling FaceBook dapat diikuti oleh seluruh siswa (konseli) yang menjadi tanggung jawab konselor yang bersangkutan, kendati demikian sebaiknya untuk keanggotaan ini tidak perlu dipaksakan tetapi harus berdasarkan asas sukarela. Dalam hal ini konselor berkewajiban mensosialisasikan program Konseling FaceBook kepada para siswanya sehingga siswa terpahamkan dan dapat secara sukarela tertarik untuk bergabung dalam Program Konseling FaceBook.</p> <p style="text-align: justify;">Hal lain yang harus diperhatikan dalam keanggotaan Konseling FaceBook bahwa keanggotaan dalam Konseling FaceBook seyogyanya bersifat eksklusif, artinya terbatas hanya bisa diikuti oleh para siswa yang menjadi tanggung konselor yang bersangkutan. Oleh karena itu kepada siswa, yang sudah bergabung dalam komunitas Konseling FaceBook sebaiknya tidak diijinkan untuk meng-add (menambah) anggota secara sembarangan, karena menambahkan anggota secara sembarangan dapat merusak kohesivitas kelompok yang sudah terbentuk.</p> <p style="text-align: justify;">3. Waktu PelayananKonseling</p> <p style="text-align: justify;">Salah satu kendala pelayanan konseling di sekolah saat ini adalah waktu pelayanan (khususnya untuk kepentingan konseling perorangan) yang kerapkali berbenturan dengan kegiatan belajar-mengajar siswa di kelas. Sementara jika pelayanan konseling dilakukan di luar jam efektif pun, para konselor seringkali merasa berkeberatan, karena berbagai alasan tertentu. Oleh karena itu, Konseling FaceBook tampaknya bisa dijadikan sebagai alternatif mengatasi benturan waktu ini. Waktu pelayanan konseling melalui Konseling FaceBook bisa jauh lebih fleksibel. Untuk kepentingan pelayanan kepada siswa (konseli) diharapkan konselor bisa menyediakan waktu khusus online yang terjadwal, untuk memberikan kesempatan kepada siswa berinteraksi langsung dengan konselor.</p> <p style="text-align: justify;"><strong>4. Menentukan Aturan Main (Rule of The Game)</strong></p> <p style="text-align: justify;">Untuk menyelenggarakan Konseling FaceBook terlebih dahulu perlu dirumuskan aturan main yang harus ditaati oleh konselor sebagai admin maupun siswa sebagai anggota. Selain aturan main yang ditentukan oleh FaceBook (<em>term of services</em>) itu sendiri, juga perlu dibuat aturan khusus terkait dengan penyelenggaraan Konseling FaceBook, yang didalamnya dapat terpenuhi asas-asas konseling, misalnya: pemenuhan asas kerahasiaan dimana setiap siswa yang sudah bergabung dalam komunitas Konseling FaceBook dapat berkomitmen untuk menjaga kerahasiaan atas setiap informasi yang berkembang dalam Konseling FaceBook. Demikian pula dengan pemenuhan asas-asas bimbingan dan konseling lainnya.</p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6232954082946170350.post-79043212492302858252009-07-31T20:05:00.000+07:002009-07-31T20:06:22.596+07:00PSIKOLOGI AGAMA<div style="text-align: center; font-weight: bold;">BAB I<br /></div><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">PSIKOLOGI AGAMA SEBAGAI DISIPLIN ILMU</span><br /></div><br />A. Pengertian Psikologi Agama<br /><div style="text-align: justify;">Dengan melihat pengertian psikologi dan agama serta objek yang dikaji, dapatlah diambil pengertian bahwa psikologi agama adalah cabang dari psikologi yang meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari seberapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup pada umumnya. Dengan ungkapan lain, psikologi agama adalah ilmu yang meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku seseorang atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang yang menyangkut tata cara berpikir, bersikap, berkreasi dan bertingkah laku yang tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam konstruksi kepribadiannya.<br /></div><br />B. Objek Kajian Psikologi Agama<br /><div style="text-align: justify;">Yang menjadi objek dan lapangan psikologi agama adalah menyangkut gejala- gejala kejiwaan dalam kaitannya dengan realisasi keagamaan (amaliah) dan mekanisme antara keduannya. Dengan kata lain, meminjam istilah Zakiah Daradjat, psikologia agama membahas tentang kesadaran agama (religious counciousness) dan pengalaman agama (religious experience). Dengan demikian, yang menjadi lapangan kajian psikologi agama adalah proses beragama, perasaan dan kesadaran beragama dengan pengaruh dan akibat- akibat yang dirasakan sebagai hasil dari keyakinan. Sedangkan objek pembahasan psikologi agama adalah gejala- gejala psikis manusia yang berkaitan dengan tingkah laku keagamaan, kemudian mekanisme antara psikis manusia dengan tingkah laku keagamaannya secara timbal balik dan hubungan pengaruh antara satu dengan lainnya.<br /></div><br />C. Metode Penelitian Psikologi Agama<br /><div style="text-align: justify;">Diantara metode yang digunakan dalam mengkaji psikologi agama adalah :<br /></div>1. Dokumen Pribadi<br /><div style="text-align: justify;">Metode ini digunakan untuk mempelajari bagaimana pengalaman dan kehidupan batin seseorang dalam hubungannya dengan agama. Untuk mengetahui informasi tentang hal ini maka dikumpulkan dokumen pribadi seseorang. Dokumen tersebut dapat berupa autobiorafi, biografi atau catatan- catatan yang dibuatnya. Metode dokumentasi tersebut dalam penerapannya dapat digunakan beberapa teknik, antara lain:<br /></div>a. Teknik Nomotatik<br /><div style="text-align: justify;">Pendekatan ini antara lain digunakan untuk mempelajari perbedaan- perbedaan individu. Sementara dalam psikologi agama, teknik nomotik ini antara lain untuk melihat sejauh mana hubungan sifat dasar manusia dengan sikap keagamaan.<br /><br /></div>b. Teknik Analisis Nilai (value analysis)<br />Teknik ini digunakan dalam kaitannya dengan statistik. Data- data yang telah terkumpul diklasifikasikan menurut teknik statistik dan dianalisis untuk dijadikan penilaian terhadap individu yang diteliti.<br /><br />c. Teknik Ideography<br />Teknik ini hampir sama dengan teknik nomotatik, yaitu pendekatan guna memahami sifat dasar manusia. Bedanya, teknik ini lebih menekankan antara sifat- sifat dasar manusia dengan keadaan tertentu dan aspek- aspek kepribadian yang menjadi ciri khas masing- masing individu dalam rangka memahami seseorang.<br /><br />d. Teknik Penilaian terhadap Sikap (evaluation attitudes technique)<br />Teknik ini digunakan dalam penelitian biografi, tulisan atau dokumen yang ada hubungannya dengan individu yang akan diteliti.<br /><br />2. Angket dan Wawancara<br />Metode angket dan wawancara digunakan untuk meneliti proses jiwa beragama pada orang yang masih hidup. Metode ini misalnya, dapat digunakan untuk mengetahui prosentase tentang apa yang diyakini orang pada umumnya tentang sikap beragama, ketekunan beragama dan sebagainya.<br />a. Pengumpulan Pendapat Masyarakat (public opinion polls)<br />Cara yang dilakukan melalui pengumpulan pendapat khalayak ramai.<br /><br />b. Skala Penilaian (ratting scale)<br />Metode ini antara lain digunakan untuk memperoleh data tentang faktor- faktor yang menyebabkan perbedaan khas dalam diri seseorang berdasarkan pengaruh tempat dan kelompok.<br /><br />c. Tes<br />Metode tes digunakan untuk mempelajari tingkah laku keagamaan seseorang dalam kondisi tertentu.<br /><br />d. Eksperimen<br />Eksperimen digunakan untuk mempelajari sikap dan tingkah laku keagamaan seseorang melalui perlakuan khusus yang sengaja dibuat.<br /><br />e. Observasi melalui pendekatan sosiologi dan antropologi<br />Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sosiologi, yaitu dengan mempelajari sifat- sifat manusiawi orang perorang atau kelompok.<br /><br />f. Pendekatan terhadap Perkembangan<br />Pendekatan ini digunakan guna meneliti asal- usul dan perkembangan aspek psikologi manusia dalam hubungannya dengan agama yang dianut.<br /><br />g. Metode Klinis dan Proyektivitas<br />Metode ini memanfaatkan cara kerja klinis. Penyembuhan dilakukan dengan cara menyelaraskan hubungan antara jiwa dengan agama.<br /><br />h. Studi Kasus<br />Studi Kasus dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen, catatan, hasil wawancara atau lainnya untuk kasus- kasus tertentu.<br /><br />i. Survei<br />Metode ini biasanya digunakan untuk penelitian sosial yang bertujuan untuk penggolongan manusia dalam hubungannya dengan pembentukan organisasi dalam masyarakat.<br /><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">BAB II</span><br /><span style="font-weight: bold;">SEJARAH PERKEMBANGAN PSIKOLOGI AGAMA</span><br /><br /></div>A. Psilkologi Agama Dalam Lintasan Sejarah<br /><div style="text-align: justify;">Untuk mengetahui secara pasti kapan agama diteliti secara psikologi memang agak sulit, sebab dalam agama itu sendiri telah terkandung didalamnya pengaruh agama terhadap jiwa. Bahkan dalam kitab- kitab suci setiap agama banyak menerangkan tentang proses jiwa atau keadaan jiwa seseorang karena pengaruh agama. Dalam Al Qur’an misalnya, terdapat ayat- ayat yang menunjukkan keadaan jiwa orang- orang yang beriman atau sebaliknya, orang- orang kafir, sikap, tingkah laku dan doa- doa. Disamping itu juga terdapat ayat- ayat yang berbicara tentang kesehatan mental, penyakit dan gangguan kejiwaan serta kelainan sifat dan sikap yang terjadi karena kegoncangan kejiwaan sekaligus tentang perawatan jiwa.<br /></div><br /><div style="text-align: justify;">Contoh lain adalah proses pencarian Tuhan yang dialami oleh Nabi Ibrahim. Dalam kisah tersebut dilukiskan bagaimana proses konversi terjadi. Dalam kitab- kitab suci lain pun kita dapati proses dan peristiwa keagamaan, seperti yang terjadi dalam diri tokoh agama Budha, Sidharta Gautama atau dalam agama Shinto yang memitoskan kaisar jepang sebagai keturunan matahari yang membuat penganutnya sedemikian mendalam ketaatannya kepada kaisar, sehinga mereka rela mengorbankan nyawanya dalam Perang Dunia II demi kaisar.<br /><br /></div>B. Pendekatan Ilmiah Dalam Psikologi Agama<br /><div style="text-align: justify;">Dalam perkembangannya, psikologi agama tidak hanya mengkaji kehidupan secara umum tapi juga masalah- masalah khusus. Pembahasan tentang kesadaran beragama misalnya, dikupas oleh B. Pratt dalam bukunya the Religious Consciousness, sedangkan Rudolf Otto membahas sembahyang. Perkembangan beragama pun tidak luput dari kajian para ahli psikologi agama. Piere Binet adalah salah satu tokoh psikologi agama awal yang membahas tentang perkembangan jiwa keberagamaan. Menurut Binet, agama pada anak- anak tidak beada dengan agama pada orang dewasa. Pada anak- anak dimana mungkin dialami oleh orang dewasa, seperti merasa kagum dalam menyaksikan alam ini, adanya kebaikan yang tak terlihat, kepercayaan akan kesalahan dan sebagian dari pengalaman itu merupakan fakta- fakta asli yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan.<br /><br /></div>C. Kajian Psikologi Agama Di Kawasan Timur<br />Dalam Dunia Timur tidak mau ketinggalan. Abdul Mun’in Abdul Aziz al Malighy misalnya, juga menulis kajian perkembangan jiwa beragama pada anak- anak dan remaja. Sementara didaratan anak benua Asia dan India juga terbit buku- buku yang berkaitan dengan psikologi agama. Jalaluddin menyebut judul buku berikut pengarangnya antara lain: The Song of God: Baghavad Gita.<br /><br />Sedang di Indonesia, sekitar tahun 1970-an tulisan tentang psikologi agama baru muncul. Karya yang patut dikedepankan adalah: Ilmu Jiwa Agama oleh Prof. Dr. Zakiah Daradjat, Agama dan Kesehatan Jiwa oleh prof. Dr. Aulia (1961), Islam dan Psikosomatik oleh S.S. Djami’an, Pengalaman dan Motivasi Beragama oleh Nico Syukur Dister, Al Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa oleh Dadang Hawari dan sebagainya. Dalam buku yang disebut terakhir misalnya, meskipun yang menjadi pembahasan mengenai kedokteran jiwa, akan tetapi membahas pula aspek- aspek agama atau spiritual dalam kaitannya dengan jiwa seseorang.<br /><br /><div style="font-weight: bold; text-align: justify;"> <div style="text-align: center;">Bab III<br />SUMBER JIWA KEBERAGAMAAN<br /></div><br /></div><div style="text-align: justify;">A. Fitrah Sebagai Potensi Beragama<br /></div>Fitrah beragama dalam diri manusia merupakan naluri yang menggerakkan hatinya untuk melakukan perbuatan “suci” yang diilhami oleh Tuhan Yang Maha Esa. Fitrah manusia mempunyai sifat suci, yang dengan nalurinya tersebut ia secara terbuka menerima kehadiran Tuhan Yang Maha Suci.<br />Berdasarkan Al Qur’an Surat Ar Rum ayat 30 yang artinya :<br />“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; tetaplah atas fitrah Allah yang menciptakan manusia menurut fitrah itu. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.<br /><br />Jelaslah, secara naluri manusia memiliki kesiapan untuk mengenal dan menyakini adanya Tuhan. Dengan kata lain, pengetahuan dan pengakuan terhadap tuhan sebenarnya telah tertanam secara kokoh dalam fitrah manusia. Namun, perpaduan dengan jasad telah membuat berbagai kesibukan manusia untuk memenuhi berbagai tuntutan dan berbagai godaan serta tipu daya duniawi yang lain telah membuat pengetahuan dan pengakuan tersebut kadang- kadang terlengahkan, bahkan ada yang berbalik mengabaikan.<br /><div style="text-align: justify;"><br />B. Pengertian Fitrah<br />Sedikitnya terdapat 9 (sembilan) makna fitrah yang dikemukakan oleh para ulama, yaitu:<br />1. Fitrah berarti suci<br /></div>Menurut Al Auza’i, fitrah berarti kesucian dalam jasmani dan rohani. Bila dikaitkan dengan potensi beragama, kesucian tersebut dalam arti kesucian manusia dari dosa waris atau dosa asal, sebagaimana pendapat Ismail Raji Al Faruqi yang mengatakan bahwa manusia diciptakan dalam keadaan suci, bersih, dapat menyusun drama kehidupannya, tidak peduli dengan lingkungan keluarga, masyarakat macam apa pun ia dilahirkan.<br /><br />2. Fitrah berarti Islam<br />Abu Hurairah berpendapat bahwa yang dimaksud dengan fitrah adalah agama. Pendapat ini berdasar pada hadits Nabi SAW :<br />“Bukankah aku telah menceritakan kepadamu pada sesuatu yang allah menceritakan kepadaku dalam kitabNya bahwa Allah menciptakan Adam dan anak cucunya berpotensi menjadi orang- orang muslim”.<br /><br />Berangkat dari pemahaman hadits tersebut diatas, maka anak kecil yang meninggal ia akan masuk surga. Karena ia dilahirkan dengan din al islam, walaupun ia terlahir dari keluarga non muslim.<br /><br />3. Fitrah berarti mengakui ke-Esaan Allah (Tauhid)<br />Manusia lahir dengan membawa konsep tauhid, atau paling tidak berkecenderungan untuk meng-Esakan tuhannya dan berusaha terus mencari untuk mencapai ketauhidan tersebut. Jiwa tauhid adalah jiwa yang selaras dengan akal manusia.<br /><br />4. Fitrah dalam arti murni (Al Ikhlas)<br />Manusia lahir dengan membawa berbagai sifat, salah satu diantaranya adalah kemurnian (keikhlasan) dalam menjalankan suatu aktivitas. Makna demikian didasarkan pada hadits nabi saw: “Tiga perkara yang menjadikan selamat, yaitu ikhlas berupa fitrah Allah dimana manusia diciptakan dariNya, shalat berupa agama dan taat berupa benteng penjagaan”.<br /><br /><div style="text-align: justify;">5. Fitrah berarti kondisi penciptaan manusia yang cenderung menerima kebenaran<br />6. Fitrah dalam arti potensi dasar manusia sebagai alat untuk mengabdi dan ma’rifatullah. Sebagaimana firman Allah surat yasin ayat 22:<br />“Mengapa aku tidak menyembah (Allah) yang telah menciptakanku”<br />7. Fitrah dalam arti ketetapan atau kejadian asal manusia mengenai kebahagiaan dan kesesatannya.<br />Manusia lahir dengan ketetapannya, apakah nanti ia akan menjadi orang bahagia atau menjadi orang yang sesat.<br />8. Fitrah dalam arti tabiat alami manusia<br />Manusia lahir dengan membawa tabi’at (perwatakan) yang berbeda- beda. Watak tersebut dapat berupa jiwa pada anak atau hati sanubari yang dapat mengantarkan untuk sampai pada ma’rifatullah. Sebelum usia baligh, anak belum bisa membedakan antara iman dan kafir, karena wujud fitrah terdapat dalam qalb yang dapat mengantarkan pada pengenalan nilai kebenaran tanpa terhalang apa pun.<br />9. Fitrah dalam arti Insting (Gharizah) dan wahyu dari Allah (Al Munazalah)<br />Ibnu Taimiyah membagi fitrah dalam dua macam:<br />a. Fitrah Al Munazalah<br />Fitrah luar yang masuk dalam diri manusia. Fitrah ini dalam bentuk petunjuk al qur’an dan sunnah yang digunakan sebagai kendali dan pembimbing bagi Fitrah Al Gharizahah<br />b. Fitrah Al Gharizah<br />Fitrah inheren dalam diri manusia yang memberi daya akal yang berguna untuk mengembangkan potensi dasar manusia.<br /><br /></div><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">BAB IV</span><br /><span style="font-weight: bold;">AGAMA PADA MASA ANAK</span><br /><br /></div>A. Perkembangan Jiwa Beragama<br /><div style="text-align: justify;">Dalam rentang kehidupan terdapat beberapa tahap perkembangan. Menurut Kohnstamm, tahap perkembangan kehidupan manusia dibagi menjadi lima periode, yaitu:<br />1. Umur 0 – 3 tahun, periode vital atau menyusuli.<br />2. Umur 3 – 6 tahun, periode estetis atau masa mencoba dan masa bermain.<br />3. Umur 6 – 12 tahun, periode intelektual (masa sekolah)<br /></div>4. Umur 12 – 21 tahun, periode social atau masa pemuda.<br />5. Umur 21 tahun keatas, periode dewasa atau masa kematangan fisik dan psikis seseorang.<br /><br />Elizabeth B. Hurlock merumuskan tahap perkembangan manusia secara lebih lengkap sebagai berikut:<br />1. Masa Pranatal, saat terjadinya konsepsi sampai lahir.<br /><div style="text-align: justify;">2. Masa Neonatus, saat kelahiran sampai akhir minggu kedua.<br />3. Masa Bayi, akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua.<br />4. Masa Kanak- Kanak awal, umur 2 - 6 tahun.<br />5. Masa Kanak- Kanak akhir, umur 6 - 10 atau 11 tahun.<br />6. Masa Pubertas (pra adolesence), umur 11 - 13 tahun<br />7. Masa Remaja Awal, umur 13 - 17 tahun. Masa remaja akhir 17 - 21 tahun.<br />8. Masa Dewasa Awal, umur 21 - 40 tahun.<br />9. Masa Setengah Baya, umur 40 – 60 tahun.<br />10. Masa Tua, umur 60 tahun keatas.<br /><br />B. Agama Pada Masa Anak- Anak<br />Sebagaimana dijelaskan diatas, yang dimaksud dengan masa anak- anak adalah sebelum berumur 12 tahun. Jika mengikuti periodesasi yang dirumuskan Elizabeth B. Hurlock, dalam masa ini terdiri dari tiga tahapan:<br />1. 0 – 2 tahun (masa vital)<br />2. 2 – 6 tahun (masa kanak- kanak)<br />3. 6 – 12 tahun (masa sekolah)<br /><br />Anak mengenal Tuhan pertama kali melalui bahasa dari kata- kata orang yang ada dalam lingkungannya, yang pada awalnya diterima secara acuh. Tuhan bagi anak pada permulaan merupakan nama sesuatu yang asing dan tidak dikenalnya serta diragukan kebaikan niatnya. Tidak adanya perhatian terhadap tuhan pada tahap pertama ini dikarenakan ia belum mempunyai pengalaman yang akan membawanya kesana, baik pengalaman yang menyenangkan maupun yang menyusahkan. Namun, setelah ia menyaksikan reaksi orang- orang disekelilingnya yang disertai oleh emosi atau perasaan tertentu yang makin lama makin meluas, maka mulailah perhatiannya terhadap kata tuhan itu tumbuh.<br /></div>Perasaan si anak terhadap orang tuanya sebenarnya sangat kompleks. Ia merupakan campuran dari bermacam- macam emosi dan dorongan yang saling bertentangan. Menjelang usia 3 tahun yaitu umur dimana hubungan dengan ibunya tidak lagi terbatas pada kebutuhan akan bantuan fisik, akan tetapi meningkat lagi pada hubungan emosi dimana ibu menjadi objek yang dicintai dan butuh akan kasih sayangnya, bahkan mengandung rasa permusuhan bercampur bangga, butuh, takut dan cinta padanya sekaligus.<br /><br />Menurut Zakiah Daradjat, sebelum usia 7 tahun perasaan anak terhadap tuhan pada dasarnya negative. Ia berusaha menerima pemikiran tentang kebesaran dan kemuliaan tuhan. Sedang gambaran mereka tentang Tuhan sesuai dengan emosinya. Kepercayaan yang terus menerus tentang Tuhan, tempat dan bentuknya bukanlah karena rasa ingin tahunya, tapi didorong oleh perasaan takut dan ingin rasa aman, kecuali jika orang tua anak mendidik anak supaya mengenal sifat Tuhan yang menyenangkan. Namun pada pada masa kedua (27 tahun keatas) perasaan si anak terhadap Tuhan berganti positif (cinta dan hormat) dan hubungannya dipenuhi oleh rasa percaya dan merasa aman.<br /><br />C. Tahap Perkembangan Beragama Pada Anak<br /><div style="text-align: justify;">Sejalan dengan kecerdasannya, perkembangan jiwa beragama pada anak dapat dibagi menjadi tiga bagian:<br />1. The Fairly Tale Stage (Tingkat Dongeng)<br />Pada tahap ini anak yang berumur 3 – 6 tahun, konsep mengeanai Tuhan banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi, sehingga dalam menanggapi agama anak masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi oelh dongeng- dongeng yang kurang ,masuk akal. Cerita akan Nabi akan dikhayalkan seperti yang ada dalam dongeng- dongeng.<br />Pada usia ini, perhatian anak lebih tertuju pada para pemuka agama daripada isi ajarannya dan cerita akan lebih menarik jika berhubungan dengan masa anak-anak karena sesuai dengan jiwa kekanak- kanakannya. Dengan caranya sendiri anak mengungkapkan pandangan teologisnya, pernyataan dan ungkapannya tentang Tuhan lebih bernada individual, emosional dan spontan tapi penuh arti teologis.<br /><br /></div>2. The Realistic Stage (Tingkat Kepercayaan)<br /><div style="text-align: justify;">Pada tingkat ini pemikiran anak tentang Tuhan sebagai bapak beralih pada Tuhan sebagai pencipta. Hubungan dengan Tuhan yang pada awalnya terbatas pada emosi berubah pada hubungan dengan menggunakan pikiran atau logika. Pada tahap ini teradapat satu hal yang perlu digaris bawahi bahwa anak pada usia 7 tahun dipandang sebagai permulaan pertumbuhan logis, sehingga wajarlah bila anak harus diberi pelajaran dan dibiasakan melakukan shalat pada usia dini dan dipukul bila melanggarnya.<br /><br /></div>3. The Individual Stage (Tingkat Individu)<br />Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang tinggi, sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang diindividualistik ini terbagi menjadi tiga golongan:<br /><div style="text-align: justify;">a. Konsep ketuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi.<br />b. Konsep ketuhanan yang lebih murni, dinyatakan dengan pandangan yang bersifat personal (perorangan).<br />c. Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik, yaitu agama telah menjadi etos humanis dalam diri mereka dalam menghayati ajaran agama.<br /><br /></div>Berkaitan dengan masalah ini, imam bawani membagi fase perkembangan agama pada masa anak menjadi empat bagian, yaitu:<br />a. Fase dalam kandungan<br /><div style="text-align: justify;">untuk memahami perkembangan agama pada masa ini sangatlah sulit, apalagi yang berhubungan dengan psikis ruhani. Meski demikian perlu dicatat bahwa perkembangan agama bermula sejak Allah meniupkan ruh pada bayi, tepatnya ketika terjadinya perjanjian manusia atas tuhannya,<br />b. Fase bayi<br />Pada fase kedua ini juga belum banyak diketahui perkembangan agama pada seorang anak. Namun isyarat pengenalan ajaran agama banyak ditemukan dalam hadis, seperti memperdengarkan adzan dan iqamah saat kelahiran anak.<br />c. Fase kanak- kanak<br />Masa ketiga tersebut merupakan saat yang tepat untuk menanamkan nilai keagamaan. Pada fase ini anak sudah mulai bergaul dengan dunia luar. Banyak hal yang ia saksikan ketika berhubungan dengan orang-orang orang disekelilingnya. Dalam pergaulan inilah ia mengenal Tuhan melalui ucapan- ucapan orang disekelilingnya. Ia melihat perilaku orang yang mengungkapkan rasa kagumnya pada Tuhan. Anak pada usia kanak- kanak belum mempunyai pemahaman dalam melaksanakan ajaran Islam, akan tetapi disinilah peran orang tua dalam memperkenalkan dan membiasakan anak dalam melakukan tindakan- tindakan agama sekalipun sifatnya hanya meniru.<br />d. Masa anak sekolah<br />Seiring dengan perkembangan aspek- aspek jiwa lainnya, perkembangan agama juga menunjukkan perkembangan yang semakin realistis. Hal ini berkaitan dengan perkembangan intelektualitasnya yang semakin berkembang.<br /><br /></div>4. Sifat agama pada anak<br />Sifat keagamaan pada anak dapat dibagi menjadi enam bagian:<br />a. Unreflective (kurang mendalam/ tanpa kritik)<br /><div style="text-align: justify;">kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam, cukup sekedarnya saja. Dan mereka merasa puas dengan keterangan yang kadang- kadang kurang masuk akal. Menurut penelitian, pikiran kritis baru muncul pada anak berusia 12 tahun, sejalan dengan perkembangan moral.<br /><br />b. Egosentris<br />Sifat egosentris ini berdasarkan hasil ppenelitian Piaget tentang bahasa pada anak berusia 3 – 7 tahun. Dalam hal ini, berbicara bagi anak-anak tidak mempunyai arti seperti orang dewasa.<br />Pada usia 7 – 9 tahun, doa secara khusus dihubungkan dengan kegiatan atau gerak- gerik tertentu, tetapi amat konkret dan pribadi. Pada usia 9 – 12 tahun ide tentang doa sebagai komunikasi antara anak dengan ilahi mulai tampak. Setelah itu barulah isi doa beralih dari keinginan egosentris menuju masalah yang tertuju pada orang lain yang bersifat etis.<br /><br /></div>c. Anthromorphis<br /><div style="text-align: justify;">Konsep anak mengenai ketuhanan pada umumnya berasal dari pengalamannya. Dikala ia berhubungan dengan orang lain, pertanyaan anak mengenai (bagaimana) dan (mengapa) biasanya mencerminkan usaha mereka untuk menghubungkan penjelasan religius yang abstrak dengan dunia pengalaman mereka yang bersifat subjektif dan konkret.<br /></div><br />d. Verbalis dan Ritualis<br /><div style="text-align: justify;">Kehidupan agama pada anak sebagian besar tumbuh dari sebab ucapan (verbal). Mereka menghafal secara verbal kalimat- kalimat keagamaan dan mengerjakan amaliah yang mereka laksanakan berdasarkan pengalaman mereka menurut tuntunan yang diajarkan pada mereka. Shalat dan doa yang menarik bagi mereka adalah yang mengandung gerak dan biasa dilakukan (tidak asing baginya).<br /><br /></div>e. Imitatif<br />Tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak pada dasarnya diperoleh dengan meniru. Dalam hal ini orang tua memegang peranan penting. Pendidikan sikap religius anak pada dasarnya tidak berbentuk pengajaran, akan tetapi berupa teladan.<br /><br />f. Rasa heran<br /><div style="text-align: justify;">Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan pada anak. Berbeda dengan rasa heran pada orang dewasa, rasa heran pada anak belum kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum pada keindahan lahiriah saja. Untuk itu perlu diberi pengertian dan penjelasan pada mereka sesuai dengan tingkat perkembangan pemikirannya. Dalam hal ini orang tua dan guru agama mempunyai peranan yang sangat penting.<br /><br /></div><div style="text-align: center; font-weight: bold;">BAB V<br />AGAMA PADA MASA REMAJA<br /><br /></div>A. Perkembangan Jiwa Beragama Pada Remaja<br />Dalam peta psikologi remaja terdapat tiga bagian:<br />1. Fase Pueral<br /><div style="text-align: justify;">Pada masa ini remaja tidak mau dikatakan anak- anak, tetapi juga tidak bersedia dikatakan dewasa. Pada fase pertama ini merasa tidak tenang.<br />2. Fase Negative<br />Fase kedua ini hanya berlangsung beberapa bulan saja, yang ditandai oleh sikap ragu- ragu, murung, suka melamun dan sebagainya.<br />3. Fase Pubertas<br /></div>Masa ini yang dinamakan dengan Masa Adolesen<br />Dalam pembahasan ini , Luella Cole sebagaimana disitir kembali oleh Hanna Jumhanna Bastaman, membagi peta remaja menjadi empat bagian:<br />1. Preadolescence : 11-13 tahun (perempuan) dan 13-15 tahun (laki- laki)<br />2. Early Adolescence : 13-15 tahun (perempuan) dan 15-17 tahun (laki- laki)<br />3. Middle Adolescence : 15-18 tahun (perempuan) dan 17-19 tahun (laki- laki)<br />4. Late Adolescence : 18-21 tahun (perempuan) dan 19-21 tahun (laki- laki)<br /><br />B. Perasaan Beragama Pada Remaja<br /><div style="text-align: justify;">Gambaran remaja tentang Tuhan dengan sifat- sifatnya merupakan bagian dari gambarannya terhadap alam dan lingkungannya serta dipengaruhi oleh perasaan dan sifat dari remaja itu sendiri. Keyakinan agama pada remaja merupakan interaksi antara dia dengan lingkungannya. Misalnya, kepercayaan remaja akan kekuasaan tuhan menyebabkannya pelimpahan tanggung jawab atas segala persoalan kepada tuhan, termasuk persoalan masyarakat yang tidak menyenangkan, seperti kekacauan, ketidak adilan, penderitaan, kezaliman, persengkataan, penyelewengan dan sebagainya yang terdapat dalam masyarakat akan menyebabkan mereka kecewa pada tuhan, bahkan kekecewaan tersebut dapat menyebabkan memungkiri kekuasaan tuhan sama sekali.<br /><br /></div><div style="text-align: justify;">Perasaan remaja kepada Tuhan bukanlah tetap dan stabil, akan tetapi adalah perasaan yang yang tergantung pada perubahan- perubahan emosi yang sangat cepat, terutama pada masa remaja pertama. Kebutuhan akan allah misalnya, kadang- kadang tidak terasa jika jiwa mereka dalam keadaan aman, tentram dan tenang. Sebaliknya, Allah sangat dibutuhkan apabila mereka dalam keadaan gelisah, karena menghadapi musibah atau bahaya yang mengancam ketika ia takut gagal atau merasa berdosa.<br /><br /></div>C. Motivasi Beragama Pada Remaja<br />Menurut Nico Syukur Dister Ofm, motifasi beragama dibagi menjadi empat motivasi, yaitu:<br /><div style="text-align: justify;">1. Motivasi yang didorong oleh rasa keinginan untuk mengatasi frustasi yang ada dalam kehidupan, baik frustasi karena kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan alam, frustasi social, frustasi moral maupun frustasi karena kematian.<br />2. Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk menjaga kesusilaan dan tata tertib masyarakat.<br /></div>3. Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia atau intelek ingin tahu manusia.<br /><div style="text-align: justify;">4. Motivasi beragama karena ingin menjadikan agama sebagai sarana untuk mengatasi ketakutan.<br /></div><br />D. Sikap Remaja Dalam Beragama<br />Terdapat empat sikap remaja dalam beragama, yaitu:<br />1. Percaya ikut- ikutan<br /><div style="text-align: justify;">Percaya ikut- ikutan ini biasanya dihasilkan oleh didikan agama secara sederhana yang didapat dari keluarga dan lingkungannya. Namun demikian ini biasanya hanya terjadi pada masa remaja awal (usia 13-16 tahun). Setelah itu biasanya berkembang kepada cara yang lebih kritis dan sadar sesuai dengan perkembangan psikisnya.<br />2. Percaya dengan kesadaran<br />Semangat keagamaan dimulai dengan melihat kembali tentang masalah- masalah keagamaan yang mereka miliki sejak kecil. Mereka ingin menjalankan agama sebagaio suatu lapangan yang baru untuk membuktikan pribadinya, karena ia tidak mau lagi beragama secara ikut- ikutan saja. Biasanya semangat agama tersebut terjadi pada usia 17 tahun atau 18 tahun. Semangat agama tersebut mempunyai dua bentuk:<br />a. Dalam bentuk positif<br />semangat agama yang positif, yaitu berusaha melihat agama dengan pandangan kritis, tidak mau lagi menerima hal- hal yang tidak masuk akal. Mereka ingin memurnikan dan membebaskan agama dari bid’ah dan khurafat, dari kekakuan dan kekolotan.<br />b. Dalam bentuk negatif<br />Semangat keagamaan dalam bentuk kedua ini akan menjadi bentuk kegiatan yang berbentuk khurafi, yaitu kecenderungan remaja untuk mengambil pengaruh dari luar kedalam masalah- masalah keagamaan, seperti bid’ah, khurafat dan kepercayaan- kepercayaan lainnya.<br />3. Percaya, tetapi agak ragu- ragu<br />Keraguan kepercayaan remaja terhadap agamanya dapat dibagi menjadi dua:<br />a. Keraguan disebabkan kegoncangan jiwa dan terjadinya proses perubahan dalam pribadinya. Hal ini merupakan kewajaran.<br />b. Keraguan disebabkan adanya kontradiksi atas kenyataan yang dilihatnya dengan apa yang diyakininya, atau dengan pengetahuan yang dimiliki.<br />4. Tidak percaya atau cenderung ateis<br />Perkembangan kearah tidak percaya pada tuhan sebenarnya mempunyai akar atau sumber dari masa kecil. Apabila seorang anak merasa tertekan oleh kekuasaan atau kezaliman orang tua, maka ia telah memendam sesuatu tantangan terhadap kekuasaan orang tua, selanjutnya terhadap kekuasaan apa pun, termasuk kekuasaan Tuhan.<br /><br /></div>E. Faktor- Faktor Keberagamaan<br />Robert H. Thouless mengemukakan empat faktor keberagamaan yang dimasukkan dalam kelompok utama, yaitu:<br />1. Pengaruh- pengaruh sosial<br />2. Berbagai pengalaman<br />3. Kebutuhan<br />4. Proses pemikiran<br /><br /><div style="text-align: justify;">Factor sosial mencakup semua pengaruh sosial dalam perkembangan sikap keberagamaan, yaitu: pendidikan orang tua, tradisi- tradisi sosial dan tekanan- tekanan lingkungan sosial untuk menyesuaikan diri dengan berbagai pendapat dan sikap yang disepakati oleh lingkungan.<br /><br /></div><div style="text-align: justify;">Faktor lain yang dianggap sebagai sumber keyakinan agama adalah kebutuhan- kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi secara sempurna, sehingga mengakibatkan terasa adanya kebutuhan akan kepuasan agama. Kebutuhan- kebutuhan tersebut dapat dikelompokkan dalam empat bagian, antara lain kebutuhan akan keselamatan, kebutuhan akan cinta, kebutuhan untuk memperoleh harga diri dan kebutuhan yang timbul karena adanya kematian.<br /><br /></div><div style="text-align: justify;">Faktor terakhir adalah pemikiran yang agaknya relevan untuk masa remaja, karena disadari bahwa masa remaja mulai kritis dalam menyikapi soal- soal keagamaan, terutama bagi mereka yang mempunyai keyakinan secara sadar dan bersikap terbuka. Mereka akan mengkritik guru agama mereka yang tidak rasional dalam menjelaskan ajaran- ajaran agama islam, khususnya bagi remaja yang selalu ingin tahu dengan pertanyaan- pertanyaan kritisnya. Meski demikian, sikap kritis remaja juga tidak menafikkan faktor- faktor lainnya, seperti faktor berbagai pengalaman.<br /><br /></div><div style="text-align: center; font-weight: bold;">BAB VI<br />AGAMA PADA MASA DEWASA DAN USIA LANJUT<br /><br /></div>A. Agama Pada Masa Dewasa<br />Elizabeth B. Hurlock membagi masa dewasa menjadi tiga bagian:<br />a. Masa dewasa awal (masa dewasa dini/ young adult)<br />b. Masa dewasa madya (middle adulthood)<br />c. Masa usia lanjut (masa tua/ older adult)<br />Pembagian senada juga diungkap oleh beberapa ahli psikologi. Lewiss Sherril misalnya, membagi masa dewasa sebagai berikut :<br />1. Pada masa dewasa awal, masalah yang dihadapi adalah memilih arah hidup yang akan diambil dengan menghadapi godaan berbagai kemungkinan pilihan.<br />2. Masa dewasa tengah, sudah mulai menghadapi tantangan hidup sambil memantapkan tempat dan mengembangkan filsafat untuk mengolah kenyataan yang tidak disangka- sangka.<br />3. Masa dewasa akhir, ciri utamanya adalah “pasrah”. Pada masa ini, minat dan kegiatan kurang beragama.<br /><br />B. Ciri- Ciri Sikap Keberagamaan Pada Masa Dewasa<br />Sejalan dengan tingkatperkembanagan usianya, sikap keberagamaan pada orang dewasa mempunyai ciri- ciri sebagai berikut:<br />• Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut- ikutan.<br />• Cenderung bersifat realis, sehingga norma- norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.<br />• Bersikap positif terhadap ajaran dan norma- norma agama dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan.<br />• Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup.<br />• Bersikap lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas.<br />• Bersikap lebih kritis tehadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran dan hati nurani.<br />• Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe- tipe kepribadian masing- masing.<br />• Terlihat adanya hubungan antara sikap dan keberagamaan dengan kehidupan sosial.<br /><br />C. Agama Pada Usia Lanjut<br /><div style="text-align: justify;">Proses perkembangan manusia setelah dilahirkan secara fisiologis semakin lama menjadi lebih tua. Dengan bertambahnya usia, maka jaringan- jaringan dan sel- sel menjadi tua, sebagian regenerasi dan sebagian yang lain akan mati. Usia lanjut ini, biasanya dimulai pada usia 65 tahun. Pada usia lanjut ini, biasanya akan mengahadapi berbagai persoalan. Persoalan pertama adalah penurunan kemampuan fisik hingga kekuatan fisik berkurang, aktivitas menurun, sering mengalami gangguan kesehatan yang menyebebkan mereka kehilangan semangat. Pengaruh dari semua itu, mereka yang berada dalam usia lanjut merasa dirinya sudah tidak berharga lagi.\<br /><br /></div>D. Ciri- Ciri Keagamaan Pada Usia Lanjut<br />Secara garis besar ciri- ciri keberagamaan di usia lanjut adalah:<br />1. Kehidupan keagamaan pada usia lanjut sudah mencapai tingkat kemantapan.<br />2. Meningkatnya kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan.<br />3. Mulai muncul pengakuan terhadap relitas tentang kehidupan akherat secara lebih sungguh- sungguh.<br />4. Sikap keagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan saling cinta antara sesama manusia serta sifat- sifat luhur.<br />5. Timbul rasa takut kepada kematian yang meningkat sejalan dengan pertambahan usia lanjutnya.<br />6. Perasaan takut pada kematian ini berdampak pada peningkatan pembentukan sikap keagamaan dan kepercayaan terhadap adanya kehidupan abadi (akherat).<br /><br />E. Kematangan Beragama<br />Kematangan atau kedewasaan seseorang dalam beragama biasanya ditunjukkan dengan kesadaran dan keyakinan yang teguh karena menganggap benar akan agama yang dianutnya dan ia memerlukan agama dalam hidupnya.<br />Pada dasarnya terdapat dua factor yang menyebabkan adanya hambatan:<br />1. Faktor diri sendiri<br /><div style="text-align: justify;">faktor dari dalam diri sendiri terbagi menjadi dua: kapasitas diri dan pengalaman. Kapasitas ini berupa kemampuan ilmiah (rasio) dalam menerima ajaran- ajaran itu telihat perbedaanya antara seseorang yang berkemampuan dan kurang berkemampuan. Bagi mereka yang mampu menerima dengan rasionya, akan menghayati dan kemudian mengemalkan ajaran- ajaran agama tersebut dengan baik, penuh keyakinan dan argumentatif, walaupun apa yang harus ia lakukan itu berbeda dengan tradisi yang mungkin sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat.<br /></div><div style="text-align: justify;">Sedangkan faktor pengalaman, semakin luas pengalaman seseorang dalam bidang keagamaan, maka akan semakin mantap dan stabil dalam melakukan aktivitas keagamaan. Namun, bagi mereeka yang mempunyai pengalaman sedikit dan sempit, ia akan mengalami berbagai macam kesulitan dan akan selalu dihadapkan pada hambatan- hambatan untuk dapat mengerjakan ajaran agama secara mantap.<br /><br /></div>2. faktor luar<br /><div style="text-align: justify;">Yang dimaksud dengan faktor luar, yaitu beberapa kondisi dan situasi lingkungan yang tidak banyak memberikan kesempatan untuk berkembang. Faktor- faktor tersebut antara lain tradisi agama atau pendidikan yang diterima. Berkaitan dengan sikap keberagamaan, William Starbuck sebagaimana dipaparkan kembali oleh William James, mengemukakan dua buah faktor yang mempengaruhi sikap keagamaan seseorang, yaitu:<br /></div>1. Faktor intern, terdiri dari:<br />a. Temperamen<br />Tingkah laku yang didasarkan pada temperamen tertentu memegang peranan penting dalam sikap beragama seseorang.<br />b. Gangguan jiwa<br />Orang yang menderita gangguan jiwa menunjukkan kelainan dalam sikap dan tingkah lakunya.<br />c. Konflik dan keraguan<br />Konflik dan keraguan ini dapat mempengaruhi sikap seseorang terhadap agama, seperti taat, fanatic, agnotis maupun ateis.<br />d. Jauh dari tuhan<br />Orang yang hidupnya jauh dari tuhan akan merasa dirinya lemah dan kehilangan pegangan hidup, terutama saat menghadapi musibah.<br />2. Faktor ekstern yang mempengaruhi sikap keagamaan secara mendadak adalah:<br />a. Musibah<br />Seringkali musibah yang sangat serius dapat mengguncangkan seseorang, dan kegoncangan tersebut seringkali memunculkan kesadaran keberagamaannya. Mereka merasa mendapatkan peringatan dari tuhan.<br />b. Kejahatan<br /><div style="text-align: justify;">Mereka yang hidup dalam lembah hitam umumnya mengalami guncangan batin dan rasa berdosa. Perasaan tersebut mereka tutupi dengan perbuatan yang bersifat kompensatif, seperti melupakan sejenak dengan berfoya- foya dan sebagainya. Tidak jarang pula melakukan pelampiasan dengan tindakan brutal, pemarah dan sebagainya. Adapun ciri- ciri orang yang sehat jiwanya dalam menjalankan agama antara lain:<br /></div>1. Optimisme dan gembira.<br />2. Ekstrovert dan tidak mendalam.<br />3. Menyenangi ajaran ketauhidan yang liberal.<br /><br /><div style="text-align: center; font-weight: bold;">Bab VII<br />KONVERSI AGAMA<br /><br /></div>A. Pengertian Konversi Agama<br /><div style="text-align: justify;">Konversi berasal dari kata conversion yang berarti tobat, pindah, berubah. Sehingga convertion berarti berubah dari suatu keadaan atau dari suatu agama ke agama lain (change from one state, or from one religius to another).<br /><br />B. Macam- Macam Konversi<br />Starbuck sebagaimana diungkap kembali oleh Bernard Splika membagi konversi menjadi dua macam, yaitu:<br />a. Type volitional (perubahan secara bertahap)<br />Yaitu konversi yang terjadi secara berproses, sedikit demi sedikit hingga kemudian menjadi seperangkat aspek dan kebiasaan ruhaniah yang baru.<br />b. Type self surrender (perubahan secara drastis)<br />Yaitu konversi yang terjadi secara mendadak. Seseorang tanpa mengalami proses tertentu tiba- tiba berubah pendiriannya terhadap suatu agama yang dianutnya. Perubahan tersebut dapat terjadi dari kondisi tidak taat menjadi taat, dari tidak kuat keimanannya menjadi kuat keimanannya, dari tidak percaya kepada suatu agama menjadi percaya dan sebagainya.<br /><br />C. Faktor- faktor yang menyebabkan konversi<br />Para ahli sosiologi berpendapat bahwa terjadinya konversi agama disebabkan oleh pengaruh sosial. Dijelaskan oleh Clark, pengaruh- pengaruh tersebut antara lain:<br />a. Hubungan antar pribadi, baik pergaulan yang bersifat keagamaan maupun yang bersifat non agama.<br /></div>b. Kebiasaan yang rutin.<br />c. Anjuran atau propaganda dari orang- orang yang dekat , seperti keluarga, sahabat dan sebagainya.<br />d. Pengaruh pemimpin agama<br />e. Pengaruh perkumpulan berdasarkan hobi.<br />f. Pengaruh kekuasaan pemimpin.<br /><br />D. Proses Konversi<br /><div style="text-align: justify;">Proses konversi menurut H. Carrier yaitu:<br />1. Terjadi disintegrasi kognitif dan motivasi sebagai akibat krisis yang dialami.<br />2. Reintegrasi kepribadian berdasarkan konsepsi yang baru. Dengan adanya reintegrasi ini maka terciptalah kepribadian baru yang berlawanan dengan struktur lama.<br />3. Tumbuh sikap menerima konsep agama yang baru serta peranan yang dituntut oleh ajarannya.<br />4. Timbul kesadaran bahwa keadaan yang baru itu merupakan panggilan yang suci, petunjuk Tuhan.<br /><br />E. Pengalaman Beragama<br />Pengalaman beragama, (religius experience) adalah unsur dari perasaan dalam kesadaran beragama, yaitu perasaan yang membawa keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan (amaliah). Pengalaman beragama ini cenderung mengungkapkan diri (mengekspresikan diri).<br /></div>Unknownnoreply@blogger.com0